Denpasar – Babak baru kasus dugaan pelecehan seksual seorang mahasiswi di Buleleng makin panas, setelah tersangka PAA melaporkan pendamping korban, AU ke Polisi pada Jumat, 5 Mei 2023.

PAA melaporkan AU ke Polisi dengan dugaan pencemaran nama baik atas unggahan AU di media sosial (medsos) terkait dugaan pelecehan seksual yang dialami korban. 

Terkait kondisi tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Rezky Pratiwi SH, menilai pelaporan yang dilakukan PPA sebagai upaya pembungkaman.

“Saya miris melihatnya jangan jadikan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, red)  sebagai alat untuk membungkam korban maupun orang-orang yang membungkam korban,” terang Rezky Pratiwi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (2/6/2023).

Baca Juga  Kasus Dosen "Cabul" Kembali Terjadi, Begini Tanggapan Aktivis HAM

Lebih lanjut dijelaskan bahwa unggahan yang dikirimkan oleh AU tidak ada menyebutkan nama korban dan pelaku.

“Dalam unggahannya tersebut AU menuliskan kronologi kejadian tanpa menyebut identitas korban dan pelaku. Ia meminta pengikutnya untuk membantu agar korban mendapatkan keadilan karena khawatir jika korban menerima intimidasi dari pelaku yang saat itu masih berstatus dosen,” tambahnya.

Selain membeberkan kronologi secara gamblang AU melampirkan bukti berupa rekaman CCTV tetapi korban dan pelaku sama sekali tidak terlihat jelas.

“AU juga melampirkan rekaman CCTV sebagai bukti dimana wajah korban dan pelaku tidak nampak jelas, namun perbuatan pelaku terekam berusaha memeluk dan menarik korban ke dalam kamar,” jelasnya.

Baca Juga  Marak Pelecehan, Aktivis Perempuan: Stop Salahkan Pakaian!

Lebih lanjut Rezky Pratiwi menyampaikan bahwa pasal yang digunakan menjerat AU tidaklah tepat.

“Jika merujuk Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan Polri tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE, laporan PAA semestinya tidak dapat dilanjutkan.”

“Dalam pedoman tersebut ditekankan bahwa fokus pemidanaan pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan yang dilakukan sengaja dengan maksud mendistribusikan informasi yang menyerang kehormatan seseorang,” tegasnya.

Rezky Pratiwi menambahkan bahwa PAA melaporkan AU karena dirinya merasa diserang martabatnya.

“Artinya, hanya karena PAA merasa dirinya diserang nama baiknya atau dihina pada unggahan AU, tidak serta merta unggahan memenuhi unsur sebagai penghinaan dan, atau pencemaran nama baik terhadapnya,” sebut Rezky.

Baca Juga  Kekerasan Seksual Menjamur: Bagaimana Ciptakan Ruang Aman bagi Korban ?

SKB tandasnya, menentukan pelapor harus perseorangan dengan identitas spesifik, sehingga identitas spesifik tersebut tentu harus ada di dalam unggahan yang dianggap menghina atau mencemarkan nama.

“Selain itu, dalam SKB tersebut juga ditekankan bahwa bukan delik yang berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau diaksesnya adalah berupa kenyataan jadi AU tidak bisa dipidana,” pungkas Rezky Pratiwi.

Reporter: Dewa Fathur
Editor: Ady Irawan