Tabanan – Perwakilan Tim Advokasi Pura Dalem Desa Adat Kelecung selaku tergugat dalam kasus perdata No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra, SH mengatakan, dasar gugatan yang dibacakan oleh Penasihat Hukum (PH) Penggugat (A A Mawa Kesama cs) Ni Nyoman Tamu, SH didampingi A A Sagung Ratih Maheswari, SH dalam persidangan Senin (14/8/2023) tidak masuk diakal.

“Saya kira lucu, jika mereka (penggugat, red) mengklaim itu sebagai jaba (halaman, red) pura, karena akses jalan menuju ke lokasi sengketa baru ada tahun 2006 melalui program padat karya. Ga masuk akal. Coba cek ke lokasi atau petanya, di situ akan terlihat sekali fakta-faktanya seolah-olah alam berbicara. Bahkan batas-batas yang mereka buat sendiri juga masih ada,” jelas Ngurah Alit kepada wacanabali.com, saat dimintai tanggapannya terkait penjelasan dari PH penggugat, Selasa (15/8/23).

Ia juga berharap, agar hakim yang menangani kasus ini bisa betul-betul melihat fakta-fakta terjadi secara langsung sehingga kebenaran bisa terungkap. Diyakini, para penegak hukum mampu bekerja secara profesional dan bersikap independen dalam penanganan kasus yang menyangkut nasib keseluruhan masyarakat di Desa Adat Kelecung tersebut.

“Saya berharap hakim yang menangani bisa mempelajari betul sejarahnya, melihat langsung ke lapangan, tak perlu ke lokasi (sengketa, red). Tetapi cukup di sekitaran saja, seperti Jalan Munduk Taman. Sehingga fakta riil bisa terungkap, sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA, red),” harapnya.

Baca Juga  Terdakwa Kasus Korupsi LPD Yehembang Kauh Titipkan Uang Pengganti ke Kejari Jembrana

Sementara itu, dikonfirmasi sebelumnya di hari yang sama, A A Sagung Ratih Maheswari selaku PH Penggugat atas nama A A Mawa Kesama mengungkapkan, dikarenakan proses penyertipikatan melalui program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terlalu cepat pihaknya mengaku telah kehilangan hak atas tanahnya seluas 47 are, termasuk yang diatasnamakan Pura Dalem Desa Adat Kelecung.

“Karena proses PTSL begitu cepat, ini yang membuat pihak kami mengaku kehilangan banyak haknya (tanah, red). 47 are salah satunya diatasnamakan Pura Dalem Desa Adat Kelecung. Pengadilan harusnya memperlihatkan semua formulir PTSL yang diserahkan ke desa sehingga transparan semua,” papar Sagung Ratih, Selasa (15/8/23).

Walaupun sempat terburu-buru meninggalkan PN Tabanan setelah digelarnya agenda sidang pembacaan gugatan kemarin, Senin (15/8/2023), i akhirnya mau memberikan keterangan terkait perkara No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan kepada awak media keesokan harinya.

Lebih lanjut ia mencurigai adanya pihak-pihak bermain merubah data-data kepemilikan terkait sengketa tersebut, sehingga diharapkan semua bisa dibuka di persidangan selanjutnya.

Baca Juga  Perkara SPI Unud, Terlalu Kejam dan Dini Menjustifikasi Rektor Korupsi

“BPN kan menunjuk langsung panitia yudikasi-nya (program PTSL dimaksud, red) kan dari perangkat desa dan adat. Jadi ya hanya mereka-mereka saja yang tahu itu. Bagaimana atau ada niat merubah, pihak kami kan ga tau itu. Bagaimana bisa pipil dan SPPT kurang lebih 4 hektar bisa berkurang 47 are? Darimana? Kalau tidak ada permainan di sana,” sentil Sagung Ratih.

Tim Advokasi Pura Dalem Kelecung Berpedoman UUPA

Seperti diberitakan sebelumnya, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra SH selaku perwakilan Tim Kuasa Hukum Tergugat I atas nama Pura Dalem Desa Adat Kelecung menyebut, pihaknya tetap berpedoman pada Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Tahun 1960 beserta peraturan pelaksanaannya Tahun 1961, menghadapi Gugatan Perdata AA Mawa Kesama cs di PN Tabanan.

“Kalau kita mempelajari gugatannya, mereka kan mengklaim tanah tersebut berdasarkan bukti satu pipil (Surat Tanda Pembayaran Pajak, red), maksudnya mereka Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah, red) terbit 1 Maret 1977. Nah itu 17 tahun setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA, red) 1960 dan pelaksanaannya 1961. Kita akan menanggapi ini apakah benar? Pada prinsipnya tahun 2017 telah sama-sama terbit alas hak masing-masing tanpa adanya protes,” beber Ngurah Alit seusai sidang, Senin (14/8/23).

Baca Juga  Ajukan Pembebasan Bersyarat, Winasa Kembalikan Rp3,8 Miliar

Sebagai kuasa hukum, pihaknya menyebut sempat mengkaji secara mendalam terkait kedudukan Tergugat I dalam perspektif hukum Perdata Indonesia, sebelum menyatakan kesiapannya mendampingi Pura Dalem Kelecung atau desa adat sebagai Tergugat I, dan Bandesa Adat Kelecung sebagai Tergugat III dalam kasus bergulir di PN Tabanan tersebut.

Legal standing (kedudukan hukum) para penggugat tidak ada mewakili pura/puri tertentu, jadi kami berasumsi gugatan ini diajukan oleh perorangan (4 orang, red) kebetulan beralamat tinggal di Kerambitan dan Denpasar sesuai identitas tertera dalam surat gugatan,” tambahnya.

Untuk diketahui, berdasarkan surat gugatan dari PN Tabanan, nama penggugat adalah A.A Mawa Kesama, sebagai penggugat 1 (satu), Ir A.A Nyoman Supadma MP, penggugat 2 (dua), AA Bagus Miradi Wisma Damana penggugat 3 (tiga) dan AA Ngurah Maradi Putra, SE, sebagai penggugat 4 (empat), di mana dalam gugatan, penggugat mengklaim tanah milik Pura Dalem Kelecung yang telah bersertifikat sebagai bagian dari tanah warisnya.

Reporter: Krisna Putra

Editor: Ngurah Dibia