Terkait Sengketa Kelecung, Tjok Wah Menyayangkan Sikap Penggugat Mengatasnamakan Puri
Tabanan – Salah satu anggota tim advokasi Desa Adat Kelecung, Tjokorda Gde Ngurah Sumarawisnuartha Kuasa Hukum Pura Dalem Desa Adat Kelecung selaku Tergugat I oleh A A Mawa Kesama Cs selaku pihak Penggugat dalam gugatan perdata No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan, menyayangkan sikap para penggugat mengatasnamakan Puri/Jero menggugat Pura Dalem Desa Adat Kelecung.
“Yang jelas saya pribadi sangat menyayangkan sikap-sikap dan pernyataan para penggugat yang mengatasnamakan Puri atau Jero melawan Pura Dalem Desa Adat Kelecung. Karena Pura itu pasti tidak ada kepentingan akan hal ini, kepentingannya hanya ngayah (kerja sukarela, red),” ungkap pria akrab disapa Tjok Wah yang juga tokoh Puri Agung Klungkung tersebut, Rabu (13/9/23).
Terkait agenda sidang elektronik (E-Court) oleh Pengadilan Negeri (PN) Tabanan yang sempat ditunda pihak penggugat, dilanjutkan kembali pada 11 September 2023, Tjok Wah menyebut para penggugat telah mengirimkan Repliknya melalui system e-Litigasi pada e-Court Mahkamah Agung, mengaku telah dimudahkan PN Tabanan untuk menjalani sidang melalui sistem daring (online) tersebut.
“Sudah berjalan, mereka (penggugat, red) sudah mengirim repliknya. Giliran kami (tergugat, red) yang duplik minggu depan. Astungkara, persidangan melalui e-Court ini sangat memudahkan bagi kami, Kuasa Hukum dan para pihak tergugat,” ungkapnya.
Selanjutnya Tjok Wah menambahkan, melihat perkara tersebut secara adat dan budaya. Ia memandang, surat gugatan yang ditujukan untuk Pura Dalem Desa Adat Kelecung menurutnya tidak mempunyai urgensi terhadap pelestarian tanah Bali, justru mengungkap motif sesungguhnya dari para pihak penggugat dengan kepentingan pribadi masing-masing berusaha menguasai lahan sengketa tersebut dengan cara apapun.
“Sekarang saya tanya, apa kepentingan pihak penggugat terkait perkara ini? Kan mesti diungkap motifnya apa. Karena jika bicara Pura dengan Pelaba (aset, red) nya, maka penting Pura-pura itu memilik pelaba atau padruwen (milik) agar dapat dipergunakan untuk menunjang kegiatan masyarakat adat, baik upacara maupun pemajuan Desa Adat Kelecung, sehingga keberlangsungan dan eksistensi pura atau desa adat dapat dipertahankan,” jelasnya.
Pihaknya meyakini, ke depan tidak akan ada pengerahan massa untuk mempengaruhi putusan hakim. Tetapi, lebih berupa aksi spontanitas warga masyarakat dan keprihatinan sosial, merasa menjadi pengempon dalam hal ini, di mana kedudukannya sebagai milik desa adat yang mempunyai wilayah, tentu saja merasa terusik ketika tempat ibadah mereka menjadi subyek gugatan.
“Para penggugat konon pengayah (abdi) ke Pura Taman. Tetapi kenyataannya secara redaksional surat gugatan menggugat secara pribadi. Sebagai informasi kami, di Puri Klungkung justru menyerahkan pura atau tanah kepada desa adat agar masyarakat dapat memanfaatkannya, sebagai tempat pemujaan sehingga hubungan pura, puri dan krama menjadi harmonis demi kepentingan ngayah tadi,” tegas Tjok Wah.
Ia juga mengatakan, Pura Taman jika fungsinya sebagai pengingat/pinget (pengingat) bahwa di tempat itu pernah terjadi peristiwa tertentu. Sedangkan, Pura Dalem adalah bagian dari syarat keberadaan Desa Adat yang mempunyai wilayah Tri Kahyangan Tiga-Desa (Puseh, Desa, Dalem). Selama ini kegiatan upacara kedua Pura tersebut (Pura Taman dan Pura Dalem) dapat berjalan harmonis.
“Dalam sebuah video yang beredar dibuat oleh para penggugat yang mana dalam video tersebut banyak fakta diputarbalikkan. Seperti contohnya ada statement (pernyataan) masyarakat melakukan intimidasi berupa penutupan jalan, sedangkan kenyataannya justru masyarakat yang sering mendapatkan intimidasi,” tambahnya.
Tjok memastikan dalam agenda sidang berikutnya pihaknya akan memberikan tanggapan terhadap Replik dari para penggugat, sehingga proses persidangan dalam agenda jawab-menjawab bisa terpenuhi sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim PN Tabanan mendatang, pada Senin (18/9/23).
Wartawan Kedepankan Pemberitaan Berimbang
Seperti yang diberitakan sebelumnya, A A Sagung Ratih Maheswari dari Sejati Law Office, Penasihat Hukum (PH) AA Mawa Kesama selaku pihak Penggugat dalam gugatan perdata No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan terhadap Pura Dalem Desa Adat Kelecung (Tergugat), menyebut wartawan menyalahi kode etik profesi saat mempertanyakan alasan pihaknya menunda agenda sidang Replik, yang dijadwalkan akan berlangsung pada Senin mendatang oleh Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
“Pak wartawan yang saya hormati. Bapak tau etika profesi kan. Jadi jangan memaksa, hal tersebut sudah biasa di persidangan. Mereka (Tergugat, red) loh waktunya 2 minggu untuk jawab gugatan kami,” tegas Sagung Maheswari kepada wartawan yang bertanya via pesan singkat WhatssApp (WA), Selasa (5/9/23).
Hal tersebut diungkapkan Sagung kepada wartawan resmi yang bertugas meliput perkembangan kasus Sengketa Pura Dalem Desa Adat Kelecung, karena hanya mempertanyakan alasan dasar pihak penggugat (AA Mawa Kesama) menunda agenda Replik dalam persidangan e-Court, yang seharusnya berlangsung pada 4 September 2023 dilanjutkan pada 11 September 2023.
“Mestinya media ini menanyakan kami dulu, apa kami mau ditanya atau tidak? Ga semua hal terkait persidangan harus di publish (publikasi, red),” ungkapnya seolah geram terhadap wartawan yang memang tugas utamanya adalah bertanya.
Mengutip dari laman resmi Dewan Pers dan untuk diketahui, sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) No 40 tahun 1999 tentang Pers, terkait hal tersebut profesi wartawan atau pers hanya menjalankan fungsi kontrol sosialnya di masyarakat, mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers tentu menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka.
Dalam pemberitaan sebuah kasus persidangan, wartawan juga dituntut harus bisa mengungkapkan fakta yang terjadi tanpa adanya manipulasi, suka atau tidak suka fakta harus diterima apa adanya. Maka dari itu, untuk melaksanakan fungsi di masyarakat, kontrol terhadap pers bisa dilakukan oleh setiap orang dengan dijaminnya hak jawab dan hak koreksi dalam sebuah pemberitaan, guna meminimalisir adanya misinformasi ataupun pemberitaan yang tidak berimbang (agar cover both side) hingga penyebaran hoaks (berita bohong).
Reporter: Krisna Putra
Editor: Ngurah Dibia
Tinggalkan Balasan