Denpasar – Praktik aborsi ilegal yang dilakukan seorang dokter gadungan berinisial IKAW (53) mendapat kecaman berbagai pihak. 

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Bali dr. I Gede Putra Suteja menerangkan, aborsi tidak boleh dilakukan sembarangan karena harus memperhatikan adanya indikasi medis.

“Merujuk Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan, aborsi itu baru boleh dilakukan apabila ada indikasi medis, dilaksanakan oleh orang yang memiliki kompetensi untuk itu. Tidak bisa ujug-ujug aborsi,” terangnya kepada wacanabali.com, Jumat (19/5/2023).

Ia juga menegaskan selama ini, IKAW tidak terdaftar sebagai anggota IDI. “Dia bukan anggota IDI dari data yang ada, entah dia dokter atau bukan saya tidak tahu,” sebutnya.

Putra Suteja menyebutkan, pelaku aborsi ilegal hendaknya dikenai pasal yang berat untuk memberikan efek jera.

Baca Juga  Diduga Akibat Obat Anti-Nyamuk, Rumah Warga Ludes Terbakar

“Saya harap penyidik memperhatikan hal itu, jangan dia (pelaku) dikenakan pasal yang lembek. Pasalnya dia pembunuhan terhadap janin. Sekali lagi itu pembunuhan!” tegasnya.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Komisi IV Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Provinsi Bali Ir I Gusti Putu Budiarta berharap, IKAW diberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Ini kan di luar keahliannya, jadi harusnya pelaku ini dihukum seberat-beratnya sesuai proses hukum. Takutnya bisa melayang nyawa mereka (pasien). Karena terus terang itu secara profesi sudah melanggar aturan. Kalau memang ada persoalan kelainan terkait dengan kehamilan, supaya ditangani oleh dokter yang spesial profesinya di Bidang itu,” pungkas dr. Suteja.

Baca Juga  Sejumlah Pengungsi Terdampak Kebakaran TPA Suwung Sudah Dipulangkan ke Daerah Asal

Seperti diberitakan sebelumnya, dokter gigi IKAW (53), mantan narapidana (napi) ditangkap polisi lantaran praktik aborsi illegal. Sejak 2006 hingga 2023, IKAW, telah mengaborsi 1.338 perempuan.

“Yang bersangkutan beralasan karena pernah melakukan praktik ini, jadi dari mulut ke mulut pasien ini datang dan minta tolong. Alasan yang bersangkutan sendiri karena melihat anak-anak ini masih SMA, kuliah, jadi yang bersangkutan kasihan anak-anak itu masa depannya seperti apa. Niatnya menolong tapi menolong yang salah,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali AKBP Ranefli Dian Candra saat menggelar konferensi pers di Denpasar, Bali, Senin (15/5/23) lalu.

Lebih lanjut Ranefli menerangkan sesuai ketengan tersangka, selain anak-anak SMA dan kuliah, tersangka yang tidak masuk sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini pernah melayani permintaan aborsi dari perempuan yang merupakan korban pemerkosaan.

Baca Juga  Prof Ngakan Putu Gede Suardana Dilantik sebagai Rektor Unud

“Rata-rata belum berupa janin, masih berupa orok. Karena maksimal 2-3 Minggu yang datang ke praktik tersebut. Jadi, itu masih berupa gumpalan darah, setelah diambil langsung (dibuang) di kloset,” tandasnya.

Dari pemeriksaan penyidik, yang bersangkutan beralasan melakukan aborsi ilegal karena mendapat permintaan dari pasien. Sebelum melakukan tindakan aborsi, tersangka terlebih dahulu memeriksa kesehatan dari setiap pasien agar tidak terjadi kematian kepada pasien karena menurut pengakuan tersangka, ada pasien yang meninggal dunia pada waktu dilakukan aborsi. Karena kematian pasien itulah, tersangka ditangkap pada tahun 2009.

Reporter: Wayan Irawan
Editor: Ady Irawan