Denpasar – Literasi Indonesia menduduki peringkat 10 terendah menurut hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang dikeluarkan pada tahun 2018 silam.

Menurut Penggiat Literasi Ni Putu Natalya, S. Psi, literasi kerap disalahpahami sebagai aktivitas membaca buku semata. Padahal, merujuk pada acuan Perpustakaan Nasional, literasi diklasifikasikan menjadi beberapa tahap.

“Tahapan pertama adalah akses untuk mendapatkan informasi, kedua kemampuan dalam memahami bahan bacaan, ketiga mampu mengungkapkan ide baru. Nah, ketika ide ini mampu diwujudkan sebagai suatu produk atau jasa barulah ini disebut sebagai literasi yang tertinggi,” papar pemilik Yayasan Adya Foundation ini kepada Wacanabali.com, Jumat (23/6/23).

Baginya, literasi juga berkaitan erat dalam menciptakan kesejahteraan diri masyarakat terutama ketika menyikapi isu kesehatan mental.

Baca Juga  Marak Kasus Bunuh Diri di Bali, Rai Wiguna: Penting Menjaga Kesehatan Mental

“Nah kesehatan mental bukan berarti ketiadaan sakit ya, tapi lebih ke bagaimana kita bisa menjaga kestabilan diri kita,” imbuhnya.

Perempuan yang akrab disapa Zeni ini menambahkan, literasi mampu menjembatani seseorang dalam menentukan pilihan terbaiknya saat berhadapan dengan isu kesehatan mental.

“Literasi memegang peranan penting. Saat mengalami kesedihan misalnya, kita punya pilihan mau bertumbuh atau mau terbawa arus kesedihan. Dengan literasi orang jadi bisa memilih,” tandasnya.

Reporter: Komang Ari