Sengketa Pura Dalem Kelecung, Wayan Dobrak: Aneh! Tudingan Penggugat Sudah Pernah Di-SP3
Denpasar – Wayan “Dobrak” Sutita, Advokat senior yang tergabung dalam Tim Advokasi Pura Dalem Desa Adat Kelecung menegaskan tudingan pihak AA Mawa Kesama, penggugat plaba (aset) Pura Dalem Klecung adalah tuduhan yang tidak benar. Pasalnya, tuduhan ada permainan prajuru (pengurus) Desa Adat Klecung memalsu sertifikat tanah seluas 27 are pernah adukan ke Polres Tabanan, namun penyelidikannya dihentikan (SP3) karena tidak ditemukan unsur pidana di dalamnya.
Meski gagal dalam jalur pidana, ambisi AA Mawa Kesama mendapatkan plaba Pura Dalem Klecung, katanya, belum berhenti. Kali ini, upaya merebut tanah yang telah bersertifikat hak milik (SHM) Pura Dalem Klecung itu ditempuh melalui jalur gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
Wayan Dobrak, begitu sapaan akrabnya, mengungkapkan gugatan itu menujukan betapa berambisinya pihak AA Mawa Kesama (penggugat) untuk menguasai tanah laba pura dalem itu.
“Sejarah membuktikan, bagaimana saat itu (2021, red) masyarakat dibuat ketakutan oleh laporan mereka (penggugat saat ini, red) secara pidana ke Polres Tabanan, namun berakhir dengan SP3 karena mereka tidak cukup bukti. Entah apa yang membuat mereka sangat berambisi menguasai? Sekarang digugat secara perdata, padahal jelas mereka sendiri langsung menunjuk batasnya dan proses pensertifikatannya bersamaan. Kenapa saat alas hak sudah terbit baru dipermasalahkan, bukan saat prosesnya? Ini kan janggal sekali,” jelas Wayan Sutita kepada wacanabali.com, saat ditemui di Denpasar, Kamis (24/8/23).
Wayan Dobrak pun menyebut pihak penggugat berusaha memutar balikan fakta untuk menutupi kebenaran yang sesungguhnya dengan menuding prajuru Desa Adat Klecung telah bermain merubah data-data, yang jelas diketahui secara bersama-sama bagaimana proses hingga terbitnya sertifikat ke masing-masing pihak itu berjalan sesuai aturan.
“Ini diluar nalar. Orang berpikir normal pun sadar, kalau yang mereka gembor-gemborkan itu ga masuk akal. Apa buktinya? (Tuduhan penggugat, red) coba dibuktikan. Yang jelas kami akan tetap lawan! Berpedoman UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria, red) dan kami menghormati semua proses hukum yang berjalan saat ini,” tegasnya.
Wayan Dobrak juga mempertanyakan terkait legal standing (kedudukan hukum) penggugat dalam perkara tersebut, mengklaim tanah berdasarkan bukti pipil (Surat Tanda Pembayaran Pajak), dan IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) yang terbit 1 Maret 1977, 17 tahun setelah berlakunya UUPA tahun 1960 dan pelaksanaannya 1961, dimana diketahui kedua pihak pada tahun 2017 telah terbit alas hak masing-masing tanpa adanya protes.
“Berapa sertifikat yang dipunya itulah yang sah! Legal standing mereka (penggugat, red) ini apa? Batas-batas yang mereka buat pas prosesnya (pensertipikatan, red) juga masih ada. Silahkan dilihat,” tutupnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, A A Sagung Ratih Maheswari, penasihat hukum (PH) AA Mawa Kesama selaku penggugat berdalih, akibat proses pensertifikatan melalui program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang terlalu cepat pihaknya mengaku telah kehilangan hak atas tanahnya seluas 47 are, termasuk 27 are yang diatasnamakan Pura Dalem Desa Adat Kelecung.
Meski sebelumnya penggugat sempat terkesan menghindari awak media yang hendak mengkonfirmasinya saat meninggalkan PN Tabanan usai sidang pembacaan gugatan, Senin 15 Agustus 2023, akhirnya pihaknya memberikan keterangan.
Sagung Maheswari mengaku pihaknya mencurigai ada pihak-pihak bermain merubah data-data kepemilikan terkait sengketa tersebut.
“Karena proses PTSL begitu cepat, ini yang membuat pihak kami mengaku kehilangan banyak haknya (tanah, red). 47 are salah satunya diatasnamakan Pura Dalem Desa Adat Klecung. Pengadilan harusnya memperlihatkan semua formulir PTSL yang diserahkan ke desa sehingga transparan semua,” kata Sagung Maheswari, Selasa (15/8/23).
Reporter: Krisna Putra
Editor: Ady Irawan

Tinggalkan Balasan