Tabanan – AA Sagung Ratih Maheswari dari Sejati Law Office, Penasihat Hukum (PH) AA Mawa Kesama selaku pihak Penggugat dalam gugatan perdata No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan terhadap Pura Dalem Desa Adat Kelecung (Tergugat), menyebut wartawan menyalahi kode etik profesi saat mempertanyakan alasan pihaknya menunda agenda sidang Replik, yang dijadwalkan akan berlangsung pada Senin mendatang oleh Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.

“Pak wartawan yang saya hormati. Bapak tau etika profesi kan. Jadi jangan memaksa, hal tersebut sudah biasa di persidangan. Mereka (Tergugat, red) loh waktunya 2 minggu untuk jawab gugatan kami,” tegas Sagung Maheswari kepada wartawan yang bertanya via pesan singkat whatssapp (wa), Selasa (5/9/23).

Hal tersebut diungkapkan Sagung kepada wartawan resmi yang bertugas meliput perkembangan kasus Sengketa Pura Dalem Desa Adat Kelecung, karena hanya mempertanyakan alasan dasar pihak penggugat (A A Mawa Kesama) menunda agenda Replik dalam persidangan secara elektronik (e-Court), yang seharusnya berlangsung pada 4 September 2023 dilanjutkan pada 11 September 2023.

Baca Juga  Respon Suwirta Soal Keluhan Nakes Kontrak terkait Seleksi PPPK

“Mestinya media ini menanyakan kami dulu, apa kami mau ditanya atau tidak? Ga semua hal terkait persidangan harus di-publish (publikasi, red),” ungkapnya seolah geram terhadap wartawan yang memang tugas utamanya adalah bertanya.

Mengutip dari laman resmi Dewan Pers dan untuk diketahui, sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) No 40 tahun 1999 tentang Pers, terkait hal tersebut profesi wartawan atau pers hanya menjalankan fungsi kontrol sosialnya di masyarakat, mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers tentu menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka.

Dalam pemberitaan sebuah kasus persidangan, wartawan juga dituntut harus bisa mengungkapkan fakta yang terjadi tanpa adanya manipulasi, suka atau tidak suka fakta harus diterima apa adanya. Maka dari itu, untuk melaksanakan fungsi di masyarakat, kontrol terhadap pers bisa dilakukan oleh setiap orang dengan dijaminnya hak jawab dan hak koreksi dalam sebuah pemberitaan, guna meminimalisir adanya missinformasi ataupun pemberitaan yang tidak berimbang (agar cover both side) hingga penyebaran hoaks (informasi bohong).

Baca Juga  Presiden Jokowi Dorong Penguatan Kerjasama ASEAN-Australia

Sementara itu, terkait adanya penundaan oleh pihak penggugat tersebut, I Made Dwipayana, SH, salah satu anggota Tim Hukum/Advokasi Desa Adat Kelecung mengungkapkan, persidangan melalui e-Court dengan sistem e-Litigasi, tetap mengandung unsur keterbukaan untuk umum, asasnya telah terakomodir dalam Pasal 27 PERMA 1/2019, sehingga patut diperhatikan dan menegaskan persidangan secara elektronik yang dilaksanakan melalui sistem informasi pengadilan pada jaringan internet publik secara hukum telah memenuhi asas dan ketentuan persidangan terbuka untuk umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Segala bentuk dokumen atau proses persidangan yang ada didalamnya dipersamakan dengan sidang offline (konvensional, red). Aturan main dan dasar hukumnya jelas, hanya saja yang dapat mengakses kan terbatas, jika publik ingin bertanya tentu bertanyalah pada para pihak atau kuasanya, demikian juga Rekan Pers silahkan hubungi Para Kuasa Hukum baik itu Penggugat maupun Tergugat karena merekalah yang dapat mengakses e-Litigasi melalui e-Court itu,” jelas advokat yang akrab disapa Made Ngongoh tersebut, Selasa (6/9/23).

Baca Juga  Dokter Spesialis Gadungan Tipu Jutaan Rupiah Dibekuk Polisi

“Tidak ada yang rahasia atau tidak boleh dibuka ke publik karena sifatnya terbuka untuk umum, lebih lanjut bisa di lihat dalam ketentuan PERMA 1/2019 yang beberapa pasal juga mengalami perubahan atau pembaharuan mengikuti perkembangan yang ada,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia menambahkan, pihak tergugat akan tetap menghormati proses hukum berjalan dan terkait ditundanya sidang replik oleh para penggugat, tentu membawa konsekuensi sidang menjadi mundur seminggu dari jadwal persidangan yang telah disusun Majelis Hakim.

Reporter: Krisna Putra

Editor: Ngurah Dibia