Saksi Prof Wiksuana Sebut Pungutan SPI Unud Sejak SK Rektor Raka Sudewi
Denpasar – Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Universitas Udayana (Unud) Prof Dr I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS menegaskan pungutan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Universitas Udayana (Unud) yang dikenakan kepada mahasiswa berdasarkan persetujuan Rektor Unud yang saat itu dijabat Prof Raka Sudewi. Hal itu diungkap Prof Wiksuana selaku saksi dalam sidang kasus SPI Unud dengan tersangka Dr I Nyoman Putra Sastra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat (27/10/2023).
Dalam sidang itu Prof Wiksuana juga menegaskan dasar yang digunakan dalam pungutan SPI Unud adalah Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor: 25 Tahun 2020.
“Dasar SPI mengacu pada Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) dan Permendikbud,” terangnya.
Prof Wiksuana kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa menuturkan pihaknya ketika itu bersama Rektor Unud Prof Raka Sudewi telah melakukan survei kepada mahasiswa dan melakukan pendataan termasuk penghasilan orangtua sebelum menjadi Surat Keputusan (SK) terkait besaran tarif SPI Unud.
“Secara nonformal kami melakukan survei ke mahasiswa Unud yang sudah lulus untuk mengisi UKT (Uang Kuliah Tunggal). Di antaranya mengisi data berapa penghasilan orangtua. Dari sana kami mengestimasi angkanya. Lalu kami berkoordinasi mengenai tarif. Dari sana kami usulkan ke rektor untuk ditetapkan menjadi SK. Rektor saat itu Prof Raka Sudewi,” jelas Prof Wiksuana saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Putu Ayu Sudariasih didampingi Gede Putra Astawa, dan Nelson ini menghadirkan 3 orang saksi dari pihak kampus Unud.
Selanjutnya tim JPU mempertanyakan mengenai payung hukum pemungutan SPI. Prof Wiksuana mengatakan tidak mengacu pada penetapan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) namun dasar SPI mengacu pada Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor: 25 Tahun 2020. Dikatakan juga sejak tahun 2018 tidak semua program studi (prodi) dipungut SPI.
Serapan anggaran dari SPI ini menurut Prof Wiksuana tidak ada yang diselewengkan. Bahkan kata dia, dana SPI ini semuanya disalurkan untuk pembangunan di lingkungan Unud.
“Penggunaan dana SPI itu memang tanggung jawab saya. Saya yang paling tahu bahwa dana SPI yang terkumpul itu memang untuk pembangunan karena, seperti diketahui, Unud semenjak 2018 hingga sekarang, telah melakukan banyak pembangunan dengan dana SPI, karena dana-dana yang lain, itu tidak bisa digunakan. Mengingat dana yang lain itu digunakan untuk operasional,” jelasnya.
Prof Wiksuana menegaskan sepanjang Unud memerlukan dana pembangunan, SPI itu sepanjang dirinya menjadi Wakil Rektor II, dana SPI itu digunakan untuk membangun dan tidak ada untuk yang lain. Ia menyebut pembangunan yang dilakukan dengan dana SPI seperti adanya bangunan mangkrak di Jalan Diponegoro Denpasar yang 11 tahun mangkrak dan sudah diselesaikan dengan dana SPI di tahun 2020.
Selain itu, saksi Prof Wiksuana menyebutkan ada juga gedung fakultas MIPA yang mangkrak, dan sudah diselesaikan dengan dana SPI. “Ada juga gedung baru seperti Fakultas Kedokteran dan gedung lain yang menggunakan dana SPI. Dana SPI ini sama sekali tidak ada digunakan untuk yang lain, murni untuk pembangunan di Unud,” bebernya
Sidang kasus SPI Unud kali ini dengan tersangka Dr I Nyoman Putra Sastra, digelar Jumat 27 Oktober 2023 di Pengadilan Tipikor Denpasar. Persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Putu Ayu Sudariasih didampingi Gede Putra Astawa, dan Nelson ini menghadirkan 3 orang saksi dari pihak kampus Unud.
Untuk diketahui sidang kali ini, menghadirkan sebanyak 3 saksi dari pihak internal Unud. Pertama dari Wakil Rektor II, dari Wakil Dekan Ilmu Budaya dan kabiro di bawah Rektor II. Selain Sastra, perkara korupsi SPI Unud yang sedang bergulir di persidangan juga melibatkan tiga terdakwa lainnya. Ketiga terdakwa itu, antara lain staf Unud I Ketut Budiartawan, I Made Yusnantara, dan Rektor Unud nonaktif Prof Nyoman Gde Antara.
Usai sidang sesi pertama, I Wayan Purwita selaku pengacara terdakwa Nyoman Putra Sastra menjelaskan dari saksi yang dihadirkan dari paparan saksi yakni Wakil Rektor II, yang pertama, pihaknya tidak menemukan adanya keuntungan apapun yang diperoleh dari kliennya terkait dengan dana SPI dan juga penggunaannya. Pihaknya juga sudah menanyakan kepada saksi, untuk dana SPI apakah sudah dilakukan audit setiap tahun.
“Saksi menyebut bahwa sudah dilakukan audit baik itu internal, maupun dari BPKP. Jadi tidak ditemukan adanya aliran dana ke klien kami ataupun ke keluarganya,” cetusnya.
Terkait dakwaan kedua tentang pemalsuan, bahwa Unit Sumber Daya Informasi (USDI) itu sifatnya menginput data dan semua atas arah pimpinan. Dalam hal ini, bisa dikatakan kalau tidak ada unsur hukum dengan sengaja atas kemauan sendiri melakukan pemalsuan. Kemudian ketiga terkait pertanyaan jaksa, bahwa SPI ini tidak ada payung hukumnya.
“Ternyata laporan yang dilakukan setiap tahun, kepada Kementerian Keuangan, Kemenristekdikti, bahwa tidak ada teguran terkait pungutan SPI ini. Artinya, kalau memang itu ada pelanggaran, tentu pastinya ada teguran dari kementerian,” tandas Purwita yang juga Ketua Peradi SAI Bali ini.
Kembali digarisbawahi, untuk payung hukum SPI ini telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Ristek Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No 39 tahun 2017 dan Permendikbud No 25 tahun 2020.
“Jadi itu yang saya lihat, bahwa klien kami dalam hal ini tidak terkait sama sekali dengan aliran dana SPI. Kalau kita bicara korupsi, kan harus ada kerugian negara, dan harus ada juga penerimaan yang sifatnya melawan hukum. Namun itu tidak kita temukan di sini,” pungkas pengacara Wayan Purwita.
Reporter: Dewa Fathur
Editor: Ngurah Dibia

Tinggalkan Balasan