Tabanan – Koordinator Tim Advokasi Desa Adat Kelecung, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra membenarkan, adanya rencana pelaporan GC, Saksi dari para Penggugat JM ke Polisi, terkait dugaan Tindak Pidana (TP) Keterangan Palsu dalam perkara perdata nomor 190/Pdt.G/2023/PN Tab, keterangnya dianggap hoaks (bohong) dan merugikan Perbekel Tegalmengkeb, Minggu (17/3/24).

Ngurah Alit menjelaskan, keterangan yang diungkapkan GC dalam persidangan menyebut Perbekel Tegalmengkeb, I Dewa Made Widarma, kerauhan (kesurupan) saat proses mediasi di Kantor Perbekel tahun 2020 tidak benar adanya, sehingga dijadikan dasar pelaporan, dengan bukti hasil rekaman suara selama persidangan saat GC ditunjuk sebagai Saksi para pihak JM dalam Kasus Sengketa Pura Dalem Kelecung.

Baca Juga  Tarif Penyeberangan Pelabuhan Gilimanuk-Ketapang akan Naik 4 Persen

“Dapat kami sampaikan secara resmi memang benar tentang adanya informasi tersebut dimana Perbekel Tegalmengkeb merasa keberatan atas penyampaian salah satu saksi dari Penggugat dalam persidangan. Dasarnya sudah jelas, rekaman suara persidangan keterangan saksi. Apa yang dikatakan tidaklah benar, karena saat itu Perbekel membuka mediasi kemudian dilanjutkan oleh Ketua BPD Desa Tegalmengkeb dan Sekdes Tegalemengkeb,” ujar Ngurah Alit kepada wacanabali.com.

Ia menambahkan, Bandesa Adat Kelecung, I Nyoman Arjana dalam kapasitas sebagai perwakilan warga yang hadir saat mediasi di tahun 2020 lalu juga menegaskan, Perbekel Tegalmengkeb dalam keadaan sadar, sehingga adanya keterangan saksi di persidangan mengatakan perbekel kerauhan itu jelas mengada-ngada.

“Keterangan inilah yang kami duga sebagai tindak pidana keterangan palsu di bawah sumpah. Dalam proses peradilan tidak boleh lah saksi itu ngae-ngae (mengada-ngada,red), tujuannya apa? Keterangan saksi itu harusnya meluruskan permasalahan di persidangan. Kalau seperti ini, artinya saksi menganggap remeh sumpahnya, mempermainkan (Pengadilan, red) negara dimata hukum,” pungkasnya.

Baca Juga  Cegah CSR "Kesasar", PT Angkasa Pura Bali Evaluasi Kebutuhan Masyarakat

Pihaknya juga memastikan semua unsur yang dimaksud sudah terpenuhi, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan segala perubahannya, mengakomodir kualifikasi TP Keterangan Palsu dimaksud dengan ancaman hukuman sekitar 7-9 tahun.

“Kami kira unsurnya terpenuhi. Namun demikian dalam kesempatan ini kami masih berkoordinasi dan berskonsultasi dengan pihak Polda Bali dan beberapa ahli Pidana di Bali maupun di Jakarta,” singgung Ngurah Alit.

“Tujuannya, kami kira bukan hanya untuk kepentingan Perbekel yang merasa dirugikan, ini juga sebagai edukasi bagi masyarakat agar ketika berhadapan dengan hukum betul-betul memikirkan efek dari setiap keterangan maupun perbuatannya bagi pihak lain,” tutupnya.

Reporter: Gung Krisna