Denpasar – Pengacara Siti Sapurah alias Ipung mempertanyakan sikap penyidik Unit 2 Polresta Denpasar yang hingga kini belum menahan terlapor dalam kasus dugaan penggelapan Sertifikat Hak Milik (SHM) milik kliennya, I Gusti Putu Wirawan.

Padahal, kasus ini telah bergulir selama lebih dari delapan bulan, sementara penyidik justru terkesan mengulur-ulur proses hukum. Hal ini disampaikan Ipung setelah kliennya dimintai keterangan oleh Propam Polda Bali terkait laporannya atas dugaan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penanganan kasus tersebut.

“Kenapa laporan beliau (I Gusti Putu Wirawan) sampai delapan bulan di Unit 2 penyidik Polresta Denpasar? Sampai hari ini, terlapor belum juga ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Ipung, Senin (17/2/2025).

Baca Juga  Jambret Spesialis WNA "Dijuk" Polsek Kuta

Ipung menyoroti kejanggalan dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diterima kliennya pada 9 Januari 2025. Dalam dokumen tersebut, penyidik menyatakan akan menyita sertifikat yang hanya berupa fotokopi legalisir, bukan dokumen asli yang seharusnya disita sebagai barang bukti.

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian luas tanah dalam dokumen tersebut. “Di SP2HP tertulis luas tanahnya 1.094 m² dan 1.095 m². Ini fatal! Bagaimana mungkin ada perbedaan luas dalam dokumen yang sama?” ujar Ipung.

Ipung menjelaskan, kasus ini bermula pada 29 Juni 2024, ketika kliennya melaporkan dugaan penggelapan SHM Nomor 4527/Ds. Sidakarya ke SPKT Polresta Denpasar. Namun, laporan tersebut awalnya hanya ditangani sebagai Pengaduan Masyarakat (DUMAS) sebelum akhirnya naik ke tahap penyidikan pada 17 Oktober 2024.

Baca Juga  Bobol ATM Pakai Tusuk Gigi, Dua Pria Asal Jawa Barat Raup Ratusan Juta di Denpasar

Namun, dalam prosesnya, terlapor tidak kunjung dipanggil untuk dimintai keterangan. Setelah tiga kali mangkir, baru pada pemanggilan keempat ia hadir. Yang lebih mencurigakan, meskipun status kasus telah naik ke tahap penyidikan, penyidik tidak segera menyita SHM asli yang masih dikuasai terlapor.

“Jika kasus ini serius ditangani, seharusnya sertifikat asli sudah disita sejak awal. Tapi faktanya, sampai sekarang masih dikuasai terlapor,” tegas Ipung.

Ia menegaskan, kejanggalan semakin bertambah ketika pada 18 Januari 2025, kliennya tiba-tiba dipanggil oleh seorang anggota Propam Polresta Denpasar tanpa pendampingan kuasa hukum.

“Dalam pertemuan itu, klien saya malah disarankan untuk mengganti saya sebagai pengacaranya. Alasannya, kalau saya dikeluarkan, mereka akan membantu menyelesaikan kasus ini. Ini aneh dan patut dicurigai,” beber Ipung.

Baca Juga  WNA Jerman Aniaya Warga di Imam Bonjol Diamankan Polsek Kuta

Atas berbagai kejanggalan ini, Ipung berharap Propam Polda Bali tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah tegas terhadap penyidik yang diduga bermain dalam kasus ini.

“Saya harap Propam benar-benar bertindak, bukan hanya meminta keterangan lalu diam tanpa tindak lanjut. Jangan sampai ada permainan yang merugikan korban,” pungkasnya.

Reporter: Yulius N