Denpasar – Pakar Hukum Perdata, I Made Pria Dharsana menilai pernyataan Menteri ATR/BPN soal adanya pulau di Bali yang dikuasai oleh warga negara asing tidak masuk akal. Pasalnya, semua pulau di Bali telah berpenghuni dan secara aturan tidak dimungkinkan.

“Gak ada. Apalagi di Bali pulau-pulau ini ada penduduknya.Gak mungkin juga (pulau) disewa dengan luas sekian. Gak ada pulau kosong di Bali,” ujar Pria Dharsana, Kamis (3/7/2025).

Dosen Magister Kenotariatan Universitas Indonesia ini menjelaskan, jangankan pulau, sebidang tanah pun warga negara asing tidak diperbolehkan memilikinya di wilayah Indonesia.

Dharsana tak yakin, jika ada warga negara asing menguasai salah satu pulau di Bali. Sebab hak penguasaan orang asing baik hak sewa maupun hak pakai tak ada regulasinya bisa menyewa pulau, apalagi di Bali yang semua pulaunya sudah berpenghuni.

Baca Juga  Reshuffle Kabinet, Jokowi Resmi Lantik Hadi Tjahjanto dan AHY

Justru sebaliknya ada pembatasan hak penguasaan tanah terhadap orang asing. Menurut Dharsana ketentuan itu disebutkan dalam pasal 42, pasal 35 dan pasal 45 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok.

Termasuk ketentuan pasal 69 Peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 adalah tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang

“Disitu kan ada ketentuan orang asing hanya boleh memiliki dua hak, rumah tapak dan hak sewa. Rumah tapak dengan status hak pakai. Berlaku maksimal 30 tahun. Bisa diperpanjang 20 tahun, bisa diperbaharui 30 tahun. Lalu darimana mereka (orang asing) menguasai pulau di Bali,” jelasnya.

Baca Juga  Bukan Melegalkan yang Ilegal, Perda Nominee Dianggap sesuai Ketentuan Undang-Undang

Meskipun telah ada perkembangan politik hukum pertanahan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, Ia menegaskan, orang asing hanya memiliki hak pakai, hak atas satuan rumah susun dan hak guna bangunan.

Selain itu, menurutnya kalau pun orang asing menguasai salah satu pulau di Bali, hal itu disebut melanggar ketentuan yang berlaku. Sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.

“Itu kan memang sudah ada ketentuan dimana penguasaan tanah-tanah orang (selain oleh orang asing) tidak boleh atau ada larangan menerbitkan sertifikat yang langsung berbatasan dengan laut. Sehingga dengan demikian tidak mungkin ada orang atau siapa pun warga negara Indonesia sendiri yang punya tanah langsung berbatasan dengan pesisir dan laut,” paparnya.

Baca Juga  Made Pria Dharsana: Kasino Bukan Satu-Satunya Solusi Dongkrak Perekonomian Bali

Bahkan kata Dharsana, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Perda Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, ditekankan bahwa pembangunan di batas pasang air laut.

“Kalau berdasarkan tata ruang ada zona hijau, ada zona campuran, zona pemukiman dan usaha. Itu tidak dimungkinkan secara tata ruang kalau pembangunan-pembangunan itu dilakukan di batas pasang air laut. Perda tata ruang harus ada jarak 100 meter dari pasang air laut. Lalu kalau Perda tata ruang untuk batas pantai dan laut kemudian sepadan sungai juga ada 50 meter dari sepadan jurang,” tandasnya.

Jadi menurut Dharsana, pernyataan yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid hanya sekadar narasi menimbulkan polemik.

 

Reporter: Yulius N