Denpasar – Praktik nominee (pinjam nama) mengenai kepemilikan hak atas tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) dan penanaman modal asing menjadi sorotan dalam debat terbuka antar-Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Rabu (30/10/24) lalu.

Pasangan calon nomor urut 2, Koster-Giri menyampaikan bahwa mereka akan membuat Peraturan Daerah (Perda) Nominee untuk menekan penanaman modal asing dan WNA yang melakukan pengalihan hak atas tanah di Bali. Sementara pasangan calon nomor urut 1, mengganggap Perda itu justru akan melegalkan yang ilegal.

Menyikapi beda pendapat antarpaslon itu, Pakar Hukum Perdata, I Made Pria Dharsana mengatakan usulan tentang pembentukan Perda Nominee sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Karena itu, keliru jika disebut melegalkan yang ilegal.

Lebih lanjut, kata Pria Dharsana, rujukan pembentukan Perda Nominee ada di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja serta turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Baca Juga  Pria Dharsana Imbau Masyarakat Waspadai Politisi ‘Muka Dua’

“Ini perlu diatur lebih lanjut bisa dengan Peraturan Daerah. Bukan berarti bahwa dengan adanya Perda nomine ini melegalkan yang ilegal, bukan seperti itu. Tidak bisa dinyatakan Perda melegalkan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang, kan ndak mungkin,” kata Made Pria Dharsana kepada wartawan melalui sambungan telepon, Kamis (31/10/24).

Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu mengatakan, Perda Nominee bisa mengatur beberapa hal mengenai pembatasan peralihan hak atas tanah kepada orang asing atau penanaman modal asing, namun dengan perjanjian Build, Operate, Transfer (BOT). Kemudian bisa mengatur tentang bidang-bidang usaha apa saja yang dapat dilakukan oleh badan hukum asing atau orang asing di Bali.

Baca Juga  Tanggapan Pengamat Politik Soal Debat Perdana Pilgub Bali 2024

“Agar jangan tanah masyarakat adat kita di kawasan-kawasan pengembangan pariwisata itu beralih. Maka di dalam Perda itu mungkin ada himbauan jangan mengalihkan tanah tapi boleh menyewakan tanah. Itu perdanya, jadi jangan sampai ada tanah yang dibeli oleh orang asing dengan uangnya dan tujuan hak milik tapi atas nama orang kita (WNI) itulah yang kemudian dibuatkan nominee agreement,” paparnya.

Kemudian, Pria Dharsana menyampaikan, ketika Perda Nominee berlaku dan ditemukan pelanggaran atau ada perjanjian nomine, maka dengan sendiri perjanjian itu batal demi hukum. Bahkan kata dia, bisa sama sekali tidak ada ganti WNI kepada WNA dalam perjanjian itu.

“Kan langsung atau tidak langsung perjanjian yang mengalihkan hak milik atas tanah orang Indonesia kepada orang asing dengan sendirinya perjanjian itu batal demi hukum,” jelas Pria Dharsana.

Baca Juga  Pengamat: Pemimpin Badung ke Depan harus Optimalkan Lahan RTH

Selain itu, Staf Pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu menyebut, mengenai Penanaman modal asing juga dimungkinkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal untuk dilakukan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan daerah.

“Nah sekarang ini kalau misalnya ada turunan Peraturan Pemerintah berkaitan dengan kepemilikan saham, kepemilikan property, kalau ada Peraturan Pemerintah berkaitan dengan hal itu, maka harus ada petunjuk teknisnya (juknis) yang kemudian bisa di-breakdown diatur lebih lanjut dengan Perda,” tuturnya.

Reporter: Yulius N