Denpasar – Perjuangan panjang Siti Sapurah, akrab disapa Ipung, akhirnya kembali membuahkan hasil gemilang. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukannya terhadap PT. Bali Turtle Island Development (PT. BTID), Walikota Denpasar, Lurah Serangan, dan Desa Adat Serangan, resmi dimenangkan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA) pada 16 Oktober 2025. Keputusan ini sekaligus memperkuat klaim bahwa penguasaan lahan oleh PT. BTID sarat dengan praktik ilegal.

Kasus bermula dari sebidang tanah seluas 710 m² milik mendiang Daeng Abdul Kadir, mantan Kelian Dinas Banjar Kampung Bugis Desa Serangan. Tanah tersebut tak bisa disertifikatkan karena sudah lebih dulu diklaim PT. BTID dan diterbitkan SHGB Nomor 82 seluas 647 m². Tak hanya itu, Walikota Denpasar sempat mengklaim tanah tersebut sebagai aset Pemkot, sementara Desa Adat Serangan menyatakan tanah itu miliknya berdasarkan berita acara penyerahan lahan dari PT. BTID tahun 2016.

Baca Juga  Marak Kekerasan Seksual, Siti Sapurah: Penegakan Hukum Kurang Adil!

“Bagaimana saya bisa diam, kalau tanah keluarga saya yang jelas-jelas sah secara hukum justru dirampas dengan dalih dokumen yang penuh kejanggalan,” tegas Ipung kepada wartawan, Senin (20/10/2025)

Bermodalkan 53 alat bukti dan sederet putusan pengadilan sejak tahun 1974 hingga 2020 yang semuanya dimenangkan keluarganya, Ipung melawan habis-habisan. Meski kerap dibully, dipandang remeh, dan ditakut-takuti tidak akan menang melawan gajah uang, Ipung tetap teguh. Ia bahkan harus berulang kali mendatangi MA dan Komisi Yudisial di Jakarta, melaporkan kejanggalan demi memastikan berkas perkaranya tidak “dihilangkan” di tengah jalan.

“Banyak yang meremehkan saya, katanya mana mungkin orang kecil seperti saya bisa menang lawan mereka. Tapi saya percaya, masih ada hakim-hakim bersih, polisi yang jujur, dan aparat yang mau menegakkan keadilan,” ujar Ipung.

Baca Juga  Pengembangan Kura Kura Bali, Wajib Taat Bhisama Radius Kesucian Pura

Kemenangan di PN Denpasar (5 Agustus 2024), diperkuat oleh Pengadilan Tinggi (2 Oktober 2024), hingga akhirnya dikunci oleh putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi seluruh pihak lawan, menjadi bukti nyata. Klaim tanah oleh PT. BTID yang kemudian dialihkan ke Pemkot Denpasar dan Desa Adat Serangan dinilai tidak memiliki dasar hukum kuat.

Putusan ini, menurut Ipung, membuka tabir bahwa praktik penguasaan tanah oleh PT. BTID di Pulau Serangan bukan sekadar penuh masalah, melainkan sudah masuk ranah ilegal.

Ipung berharap putusan ini menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk berani membongkar praktik-praktik serupa. “Saya hanya ingin hak keluarga saya kembali. Semoga negara hadir untuk melindungi rakyat kecil, bukan justru menggadaikan tanah mereka kepada perusahaan yang jelas-jelas bermasalah,” tutup Ipung dengan nada tegas.

Baca Juga  Forkom Taksu Bali Ingatkan BTID Janji 4 Ha Lahan Parkir Pura Sakenan