Pemprov Bali Tegaskan Pengendalian Ketat Pemanfaatan Hutan Lindung Demi Kelestarian Alam Pulau Dewata
Denpasar – Pemerintah Provinsi Bali menegaskan kembali pentingnya pengendalian pemanfaatan hutan lindung, khususnya pada areal perhutanan sosial.
Penegasan ini dituangkan dalam Surat Edaran Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali Nomor B.24.500.4/4985/PDAS.PM/DKLH yang menekankan agar seluruh kegiatan pemanfaatan hutan tetap berpedoman pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala DKLH Provinsi Bali, I Made Rentin, mengatakan, pemanfaatan kawasan hutan lindung wajib mengutamakan fungsi utamanya sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan.
“Kegiatan pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, maupun hasil hutan bukan kayu harus berlandaskan prinsip kelestarian dan tidak menimbulkan kerusakan pada tutupan lahan serta ekosistem,” ujarnya, Minggu (12/10/2025).
Rentin menjelaskan, surat edaran tersebut diterbitkan sebagai langkah pengendalian terhadap dinamika pengelolaan perhutanan sosial di lapangan. Pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh kegiatan di kawasan hutan lindung tetap memperhatikan fungsi ekologisnya dan tidak mengarah pada perubahan fungsi lahan.
Menurutnya, kegiatan yang diperbolehkan bagi pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial (PPPS) hanyalah yang tercantum dalam Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS).
Dokumen ini harus terlebih dahulu dinilai oleh Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan, disahkan oleh Kepala Balai Perhutanan Sosial Denpasar, dan diketahui oleh Kepala DKLH Provinsi Bali.
Adapun pola pemanfaatan yang disarankan, lanjut Rentin, adalah wanatani (agroforestry) dengan penggunaan tanaman pokok kehutanan dan/atau Multi Purpose Tree Species (MPTS) dengan proporsi sedikitnya 60 persen.
“Jenis tanaman yang digunakan sebaiknya tanaman berkayu, berumur panjang, berakar dalam, dan memiliki evapotranspirasi rendah. Diutamakan tanaman penghasil getah, buah, kulit, atau kayu-kayuan,” jelasnya.
Ia menegaskan, pemanfaatan kawasan hutan lindung tidak diperbolehkan menanam tanaman umbi-umbian atau tanaman lain yang berpotensi merusak tanah dan lantai hutan. Aktivitas seperti pembukaan lahan, penebangan pohon, maupun pembangunan sarana yang dapat mengubah bentang alam juga dilarang keras.
Selain itu, pemegang PPPS dilarang memindahtangankan, menyewakan, atau menggunakan areal perhutanan sosial untuk kepentingan lain di luar ketentuan yang berlaku.
“Semua ini merupakan bagian dari komitmen Pemprov Bali menjaga kelestarian hutan lindung agar tetap menjadi penyangga kehidupan dan sumber keseimbangan ekologis di Pulau Dewata,” tutup Rentin.

Tinggalkan Balasan