Denpasar – Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak menjelaskan, terkait Bhisama PHDI Pusat per 25 Januari 1994 telah diatur tentang radius/jarak kesucian Pura, termasuk aturan boleh tidaknya membangun pemukiman penduduk atau bangunan umum lainnya di radius kawasan suci tersebut.

Menurut Kenak, pentingnya Bhisama tersebut dilaksanakan, untuk menjaga kawasan suci di areal Pura agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal dapat mencemari atau menodai aura dan vibrasi kesakralannya, dikhawatirkan juga dapat merusak bahkan menghilangkan pancaran sinar kesucian Pura beserta kawasan sucinya.

“Bhisama itu kan pada intinya mengatur tentang bangunan yang berdiri di kawasan suci, termasuk zona-zona radius kawasan suci. Kalau untuk jarak itu tergantung Pura nya, yang pasti itu dua kilometer (2000 meter, red), radius tersebut yang masuk dalam zona inti, jelas diatur tidak boleh ada bangunan yang bersifat komersial atau hunian sekalipun,” papar Kenak kepada wacanabali.com, Sabtu (25/11/23).

Lebih lanjut ia mengatakan, tujuan Bhisama adalah untuk menata keseimbangan perilaku manusia dalam memanfaatkan alam, agar tidak semata-mata dijadikan sarana untuk kepentingan hidup sakala. Sesuai konsep ajaran Tri Hita Karana, Bhisama juga mengatur keseimbangan tata parhyangan, pawongan dan palemahan, untuk mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap apa yang disebut sebagai Kawasan Suci Pura yang bersifat sakral–pingit dan tenget.

Baca Juga  DPD AP24 Jembrana Dilantik, Puluhan Relawan Hadir

“Terkait sanksi seperti apa jika ditemukan adanya pihak-pihak yang melanggar Bhisama ini tentu menjadi kewenangan Pemprov (Pemrintah Provinsi, red). Kan ada Perda (Peraturan Daerah, red) nya itu, jadi kami (PHDI, red) hanya bisa melakukan analisis untuk mengkaji adanya pelanggaran-pelanngaran tersebut. Jika ditemukan pelanggaran, selanjutnya merupakan kewenangan Pemprov untuk menindak,” imbuhnya.

Untuk diketahui, dalam hal ini Pemprov Bali juga telah mengadopsi esensi dari Bhisama PHDI tersebut, tertuang pada Perda Provinsi Bali No. 16 tahun 2009 tentang Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Bali, yang antara lain mengkuantitatifkan jarak ukur kawasan suci Pura mencapai radius lima kilometer untuk Pura Sad Kahyangan (Pura Besar), tentu termasuk Dang Kahyangan atau Kahyangan Jagat lainnya, dimana dalam radius tersebut aturannya memang tidak boleh ada bangunan komersial atau hunian sekalipun.

Saat disinggung mengenai adanya dugaan pelanggaran radius suci Pura Sakenan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), I Nyoman Kenak mengaku belum mengetahui persis isu terkait dugaan adanya pelanggaran tersebut.

“Kalau dugaan pelanggaran di Pura Sakenan itu saya belum tau persis ya bagaimana. Tapi saya akan coba pelajari dulu, cari tahu dulu, kita koordinasikan lagi dengan Pemprov,” singkatnya.

Banyak pihak berharap, munculnya dugaan pelanggaran radius suci oleh BTID tersebut bisa disikapi secara bijak oleh semua pihak, dengan memposisikan diri untuk tetap merujuk pada norma hukum (ketentuan/aturan) berlaku secara yuridis formal, tanpa mengabaikan apalagi mengesampingkan nilai-nilai luhur yang terangkum dalam norma agama seperti halnya Bhisama PHDI.

Baca Juga  Balik ke Bali, Pemudik Wajib Membawa KTP

Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, pihak BTID selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali belum memberikan keterangannya kepada awak media yang menanyakan perlihal adanya dugaan pelanggaran tersebut.

Tiza mewakili Zakki Hakim, Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat BTID hanya membalas singkat pertanyaan awak media, mengatakan akan segera memberikan jawaban.

“Baik Pak. Segera yah kami akan jawab,” cetus Tiza, Selasa (21/11/23).

Foto: Kolase. (Kanan) A A Gede Agung Aryawan, tokoh masyarakat Bali. (Kiri) Zakki Hakim, Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT. BTID. (Krisna Putra/wacanabali.com)

Gungde Aryawan Sebut BTID Langgar Batas Kesucian Pura

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Tokoh Masyarakat Bali, A A Gede Agung Aryawan juga mengatakan BTID telah melanggar batas kesucian Pura Sakenan dengan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang digagas.

Menurut Gungde, kawasan reklamasi Kura Kura Bali telah menodai kawasan suci Pura Sakenan, sebagaimana diatur Bhisama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, sebagai salah satu Pura Dang Kahyangan, Pura Sakenan harus bebas bangunan komersil dalam radius minimal 2.000 meter.

“Sebagai Pura Dang Kahyangan radius kesucian sesuai Bhisamanya adalah 2.000 meter. Pura Sakenan kan Dang Kahyangan sesuai aturan Bhisama PHDI, maka Pura Dang Khayangan radius 2.000 meter sebagai area suci. Masyarakat Serangan boleh saja dibodohi. Tapi ingat, selama kesucian itu dilanggar secara niskala (gaib, red) sampai kapanpun tak akan pernah bisa mendapatkan investor yang mau mendanai proyek tersebut,” ungkap Gungde Aryawan, Senin (21/11/23).

Baca Juga  Warga Pebuahan Geger, Seorang Bayi Diduga Sengaja Dibuang, Ditemukan di Teras Rumah Warga

Selanjutnya ia mengatakan, di Pulau Serangan terdapat salah satu Pura terbesar di Bali. Saat ini, BTID disebut telah membagi kawasan dengan membuat batas seolah-olah ingin memisahkan diri dari Desa Adat Serangan.

Di area kawasan Kura Kura Bali saat ini, sudah ada bangunan yang berdiri kokoh dengan lantai di atasnya difungsikan sebagai kampus berskala dunia. Sementara bangunan di lantai bawah sengaja dikomersilkan untuk area bisnis perusahaan asing, sehingga pihak BTID dikatakan sudah melanggar aturan Bhisama 2.000 meter, dihitung dari titik tembok terluar Pura Sakenan.

“Ada bangunan yang dibiarkan itu, berarti sudah melanggar Bhisama PHDI. Kalau bangunan itu ternyata dikasi ijin, artinya Bhisama PHDI sudah dilanggar oleh BTID. Karena Bhisama PHDI, seperti Fatwa MUI. Kan semua aturan itu telah diputuskan bersama dalam Sabha Pandita PHDI Pusat yang memutuskan aturan berdasarkan sastra Agama Hindu,” sentilnya.

Reporter: Krisna Putra