Denpasar – Pariwisata acap kali digadang-gadang menjadi tulang punggung perekonomian Bali. Salah satu daya pikat wisatawan tersebut tentunya tertuju pada kawasan-kawasan suci yang ada.

Namun di lain sisi, kemudahan akses memasuki kawasan suci untuk kepentingan pariwisata Bali tak jarang dianggap berpotensi menimbulkan desakralisasi.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Nyoman Kenak menerangkan, diperlukan perlindungan guna mengantisipasi terjadinya penurunan kesakralan pada kawasan suci.

“Merujuk pada bhisama (keputusan sulinggih, red) Nomor 11 Tahun 1994 itu memang harus ada perlindungan terhadap tempat suci dan kawasan suci,” ungkapnya kepada Wacanabali.com, Kamis (16/6/23).

Menurutnya, pembatasan memasuki tempat suci perlu diterapkan bagi wisatawan.

“Kita harus bisa melihat, bahwa perlindungan tempat suci bukan berarti serta-merta melarang orang ke Pura. Kita harus peduli dan melindungi, kalau ke Pura ya untuk sembahyang. Nah kawasan suci kan banyak jenisnya, ada gunung, danau dan lainnya” imbuhnya.

Baca Juga  Back To Nature! Akademisi UHN Denpasar Tawarkan Konsep Pariwasata Budaya Model Baru

Lebih lanjut, Nyoman Kenak menjelaskan, keberadaan pariwisata semestinya tidak menenggelamkan masyarakat Bali dalam aspek keuntungan materiil semata.

“Kita bukan anti pariwisata dan kemajuan jaman. Tapi bukan berarti kita kebablasan. Jangan sampai karena kita mengagung-agungkan pariwisata tapi justru menjerumuskan kita,” tutupnya.

Reporter: Komang Ari
Editor: Ady Irawan