Denpasar – Terkait adanya wacana Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo, mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggunakan hak angket, mengusut dugaan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Dr. Togar Situmorang selaku pengamat kebijakan publik menyebut wacana tersebut terkesan tendensius dan hanya menjadi ambisi politik semata untuk cetak hattrick (kemenangan 3 kali berturut-turut) di Pemilu 2024.

Hal tersebut diungkapkan pria yang akrab disapa Bang Togar kepada wacanabali.com saat dihubungi melalui telepon pribadinya, lebih jauh ia mengatakan, jika tujuan hak angket hanya untuk membatalkan hasil Pilpres 2024 dianggap terlalu berlebihan, mengingat proses Pilpres telah melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat sebagai pemilih maupun penyelenggaranya.

Baca Juga  Kota Denpasar Segudang Problematika, Pemerintah Didorong Lebih Aktif

“Itu (wacana hak angket, red) sangat tendensius, menjadi ambisi yang menggebu-gebu untuk dapat mencetak kemenangan secara berkelanjutan. Saya kira, para pihak yang ikut menggulirkan Hak Angket harus memastikan kembali, apakah Hak Angket merupakan pilihan yang tepat? Karena semua mekanisme yang diberikan telah diatur oleh Undang-Undang Pemilu,” jelas Togar, Selasa (5/3/24).

Togar berasumsi, jika wacana hak angket terus dipaksakan hanya untuk membatalkan hasil Pilpres 2024, dianggap menjadi sebuah kemunduran proses demokrasi di Indonesia, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu seharusnya para pihak bisa memanfaatkan kewenangan dari lembaga-lembaga negara terkait Pemilu, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selain itu ia menilai, wacana hak angket sengaja dinarasikan sebagai upaya mendegradasi Pemilu. Kendati hal tersebut merupakan hak konstitusional, materi yang hendak diusut melalui pengguliran hak angket dirasa harus jelas urgensinya, seandainya anggapan kecurangan itu memang benar terjadi, para pihak terkait harus mampu mengungkap fakta yang terjadi, guna menghindari bias informasi di masyarakat.

Baca Juga  Prof Antara Bebas, Hakim Perintahakan Kembalikan Harkat dan Martabatnya

“Kalau saya melihat hak angket itu sah selama memiliki dasar yang jelas. Publik itu harus tau kebenaran informasinya, Pemilu itukan serentak dilaksanakan tidak hanya Pilpres saja. Masalahnya, bukan semata-mata apakah hak angket tersebut disetujui atau tidak. Kita ambil contoh, jika wacana ini akhirnya membatalkan hasil Pilpres, hasil itu juga akan mengarah ke Pileg. Saya menyadari, semua pihak tak terlepas dari kemungkinan adanya pelanggaran. Tetapi apakah efektif dilakukan? sementara disisi lain anggaran untuk Pemilu sudah banyak dikeluarkan negara,” pungkasnya.

Togar menambahkan, masyarakat Indonesia saat ini sudah memiliki nalar politik yang cukup. Ia meyakini tidak ada lagi kekosongan hukum terkait Pemilu, semua sudah diantisipasi dan diatur dalam UU. Jangan sampai, ketidaksiapan pihak yang kalah dalam Pemilu mengaburkan pemahaman masyarakat, bagaimana para pihak ini justru seolah melangkahi instrumen hukum berlaku dengan adanya dalil dugaan kecurangan pemilu, menjadi sikap terburuk sepanjang sejarah reformasi di Indonesia.

Baca Juga  BPJS Kesehatan Bangun Ekosistem Anti-Fraud dalam Program JKN

Reporter: Gung Krisna