Panitia Pilkel Angantaka Diduga Paksakan Kehendak
Badung – Panitia Pemilihan (Panlih) Perbekel Desa Angantaka, Abiansemal diduga memaksakan kehendak. Penegakan asas jujur adil berintegritas serta demokratis dinyatakan telah cacat. Kinerja panitia penyelenggara dituding mencederai demokrasi.
Bahkan disebut-sebut hajatan demokrasi ini merupakan terburuk sepanjang sejarah terjadi di Badung. Alhasil, Ketua Panlih dilaporkan polisi dan proses pemilihan prebekel (Pilkel) Desa Angantaka digugat di Pengadilan Negeri Denpasar.
Hal ini dikatakan kuasa hukum calon nomor urut 2 lantaran Ketua Panlih bersikukuh mengajukan rekapitulasi hasil pleno meski tidak ada kata mufakat dan tandatangan Wakil Ketua.
“Ini menjadi preseden buruk untuk demokrasi. Tapi juga jadi pembelajaran bagaimana menghormati hak-hak asasi warga dalam berdemokrasi dan hukum,” terang kuasa hukum calon nomor urut 2, Putu Nova Christ Andika Graha Parwata, S.H., M.H., CTL di Kantor hukum PNP & Partners Law Firm Seminyak Kuta Badung Bali, Kamis (04/03)
Diungkap juga, kondisi saksi saat menandatangani hasil rekapitulasi masih dalam kebingungan. Terkait munculnya pemahaman ganda, akan pengesahan surat suara tercoblos simetris (dicoblos foto salah satu calon dalam surat suara pemilih masih terlipat menghasilkan lubang lebih dari satu).
Sehingga besoknya dipertegas Putu Nova, tanggal 8 Februari 2021 saksi sampai mendatangi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Badung untuk meminta penjelasan.
“Lebih mencengangkan pihak DPMD mengabaikan keluh kesah tersebut. Dan malah mempertahankan tandatangan saksi dalam keputusan pleno dengan kondisi bingung. Jelas ini terlepas dari makna asas musyawarah, belum sampai pada tingkat kemufakatan digiring sebagai acuan. Seperti itu faktanya sehingga muncul gugatan di pengadilan dan pelaporan Ketua Panlih di Polres Badung,” imbuhnya.
Keadaan senada juga disampaikan pengacara Wayan Sukayasa, S.T, S.H., bahwa panitia Pilkel Angantaka kurang teliti dan jeli. Terbukti somasi dilayangkan pihaknya tidak ditanggapi dengan baik.
“Somasi itu bertujuan mengundang untuk mediasi mencapai musyawarah mufakat dibaikan. Patut diduga tidak ada itikad baik. Padahal Perbup No 30 tahun 2016 untuk sengketa ada ruang waktu selama 30 hari. Jika mau demokrasi berjalan dengan baik harusnya itu dimanfaatkan panitia,” jelas Sukayasa ditimpali rekannya Made Rai Wirata S.H., Med.
Sementara pengacara A.A. Istri Mahaputri, S.H yang tergabung juga sebagai kuasa hukum penggugat mempertanyakan, bagaimana DPMD punya keyakinan tidak ada masalah, mau menandatangani rekapitulasi hasil pleno yang tidak ditandatangani Wakil Panlih Desa.
“Meski dalam Perbup No 30 tahun 2016 dalam rekapitulasi pleno hanya ditandatangani Ketua Panlih bisa dianggap sah, namun kembali bagaimana halnya jika Ketua Panlih sendiri tidak memberikan bimbingan teknis (Bimtek) terkait surat suara simetris,” tanya Agung Mahaputri.
Perlu diketahui berita sebelumnya Nyoman Karta selaku Wakil Panlih dalam Pilkel Desa Angantaka Kecamatan Abiansemal tidak mau menandatangani rekapitulasi hasil pleno punya alasan tersendiri.
Sikap ini dilakukan Nyoman Karta lantaran 581 coblosan surat suara simetris dianggap tidak sah oleh panitia lain. Mencapai 20 persen lebih dari total jumlah pemilih terjadi dalam pelaksanaan demokrasi Pilkel di Desa Angantaka belakangan menuai protes.
Sementara 15 desa lain dikatakan juga melangsungkan Pilkel se-Kecamatan Abiansemal Badung, di hari sama tidak terjadi seperti di desanya.
“Tyang (saya) tidak melihat dan mencari kalah dan menang. Tapi di sini tyang sebagai pengawal demokrasi di tingkat desa merasa malu. Begitu banyak hak suara masyarakat sebagai suara Tuhan terbuang sia-sia. Kasihan masyarakat begitu bersemangat meluangkan waktu,” ungkap Nyoman Karta.
Nyoman Karta menjelaskan, adanya keganjilan menurut pihaknya dalam Pilkel Desa Angantaka bukan tanpa sebab. Ia mengungkap, hal ini lantaran adanya sikap standar ganda dilakukan panitia sendiri. Seperti surat suara simetris di tempat pemungutan suara (TPS 3) disahkan. Namun surat suara tercoblos simetris di 8 TPS lain tidak disahkan para saksi.
“Karena ini tyang tidak berani tanda tangan. Dan perlu tyang garis bawahi mungkin kurangnya sosialisasi sehingga menimbulkan banyaknya surat suara dicoblos simetris. Selama ini yang mengikuti Bimtek (Bimbingan Teknis) di Pemdes (Pemerintah Desa) adalah Ketua. Tetapi tidak disosialisasikan ke temen-temen panitia yang lain. Itu masalahnya. Tyang dengan teman panitia yang lain buta terkait masalah itu. Apa yang didapat dalam Bimtek,” papar Nyoman Karta.
Sisi lain Ida Bagus Putu Mas Arimbawa S.Sos selaku Camat Abiansemal, tidak menampik telah mendapat informasi tentang 581 surat suara tidak sah berdasarkan rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara.
“Kami tahu secara administratif berdasarkan laporan tertulis hasil pleno rekapitulasi suara. Tahunya dari sana,” ucapnya lagi.
Lanjut Mas Arimbawa menjelaskan coblosan surat suara simetris bisa terjadi karena banyak faktor.
“Tetapi saya mengakui tingkat partisipasi pemilihnya tinggi. Kita perlu kaji apakah teknisnya saat pemberian surat suara yang kurang tepat atau pola lipatan yang mendukung terjadinya lipatan pola simetris ini. Kadang-kadang, maaf ini, faktor seni melipat suara itu menentukan. Saking semangatnya masyarakat, saking militannya kepada calon. Begitu dibuka, ada foto calon dilihat langsung dicoblos. Nembus mungkin lambang calon kandidat atau kop surat suara di bawahnya. Itu mungkin. Baru mungkin,” ungkapnya lebih lanjut.
Kisruh tersebut sarannya lagi, tidak akan terjadi jika KPPS bisa memberikan surat suara tersebut dalam keadaan terbuka.
“Apakah itu masih bisa dilihat, masih utuh atau bagaimana. Baru kemudian ke TPS lalu dicoblos dan dilipat. Kalau sudah begitu caranya, terjadi coblosan simetris, jadi sudah pasti ada faktor x-nya,” tafsir Camat Abiansemal.
Wayan Suastika selaku saksi pada TPS 6 dalam Pilkel Desa Angantaka mengatakan, bahwa yang tidak mengesahkan surat suara simetris adalah Ketua Panlih Nyoman Subamia.
“Saat Pak Nyoman Subamia datang ke TPS 6, tyang tanyakan langsung, dikatakan dia (Ketua Panlih-red) jika ada surat suara tercoblos dua, meski simetris itu tidak sah. Tyang saat itu protes namun tidak diindahkan. Jadi tyang berpikir mungkin aturannya sudah begitu, sehingga tyang ikut tanda tangan pada form C-1,” ungkap Wayan Suastika.
Lanjut Wayan Suastika menjelaskan, keesokan harinya pihaknya mengaku mendatangi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Badung meminta penjelasan terkait surat suara simetris. Namun jawaban diterima dari Kadis DPMD Nyoman Argawa berbeda, bahwa surat suara tercoblos simetris dikatakan sah. Dan Kadis DPMD mengaku selama ini sudah memberikan Bintek kepada semua Ketua Panlih desa yang mengikuti Pilkel di Kabupaten Badung.
“Atas dasar penjelasan ini lah menyebar. Masyarakat belakangan ini merasa terzolimi. Baru tahu bahwa di desa lain untuk surat suara tercoblos simetris dianggap sah. Dan masyarakat meminta untuk membuka kotak surat suara dan menghitung ulang,” imbuhnya.
Sementara, Ketua Panlih Pilkel Desa Angantaka, Nyoman Subamia Riyanto saat dikonfirmasi terkait adanya pengakuan saksi di TPS 6 bahwa Ketua Panitia Pilkel yang menyatakan suara coblosan simetris tidak sah, dirinya pun mengakuinya. Kata ia, tidak disahkannya suara coblosan simetris karena mengacu kepada Perbup 30 tahun 2016 pasal 51.
“Iya benar, tidak sah berdasarkan Perbup 30,” kata Subamia saat dikonfirmasi awak media.
Saat ditanya, terkait adanya di Desa lain suara simetris itu disahkan, dirinya pun tetap mengacu kepada Perbup 30 tahun 2016 pasal 51.
“Kita tidak perlu meniru ke tempat lain, prinsip payung hukumnya adalah pasal 51 Perbup 30, kalau saya nyatakan coblosan simetris itu sah dasar hukumnya apa, kan tidak ada dasar hukum, sekarang apa aja boleh dibilang asalkan tyang tidak mau keluar dari Perbup 30 tahun 2016 pasal 51 itu saja,” jawabnya.
Saat ditanya kembali, apakah mendengar Bimtek dari DPMD Badung suara coblosan simetris itu sah atau tidak? Subamia pun menjawab, bahwa itu urusan dari pada orang yang pernah menghadap ke DPMD, karena dirinya tidak pernah menghadap dan tidak pernah diberikan dasar hukum, sehingga dirinya secara otomatis tidak tahu.
“Saya tidak mau berkomen sejauh itu, kalau saya berkomen sejauh itu saya tidak tahu, karena tyang tidak pernah menghadap dan panitia juga tidak pernah ada menghadap ke DPMD menanyakan suara simetris itu coblosannya sah, dan saya bekerja berdasarkan Perbub 30 tahun 2016 pasal 51 itu saja,” jawabnya kembali.
Kepala Dinas DPMD Kabupaten Badung Komang Budi Argawa dikonfirmasi terkait adanya pihak wakil Panlih Desa Angantaka Nyoman Karta tidak ikut menandatangani rekapitulasi hasil pleno mengungkapkan, berdasarkan Perda No 7 tahun 2015 dan Perbup No 30 tahun 2016 diungkap, untuk tandatangan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat desa hanya Ketua Panlih. Dan di lampiran Perbup No 30 tahun 2016 dikatakan cukup Ketua dan Sekretaris yang diketahui para saksi calon.
“Kalau berdasarkan Perda 7 tahun 2015 dan Perbup 30 tahun 2016 yang tandatangan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Desa Ketua Panlih. Dan di lampiran Perbup cukup Ketua dan Sekretaris dan diketahui para saksi calon,” jelasnya dalam pesan singkat Whatsapp. (tim)
Tinggalkan Balasan