Dana Besar? Perlakuan Khusus Lima Terdakwa PT DOK
Denpasar – Disinyalir sebagai otak dalam menjalankan sistem perusahaan investasi bodong yang merugikan masyarakat Bali begitu besar, lima terdakwa kasus PT Dana Oil Konsorsium (PT DOK) yakni Putu Satya Oka Arimbawa, I Putu Eka Yudi Artho, I Nyoman Ananda Santika, I Wayan Budi Artana dan Rai Kusuma Putra dalam proses hukum dicurigai mendapat perlakuan khusus.
Terlebih dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) lima terdakwa ini dinyatakan sebagai karyawan bukan sebagai aktor utama. Belum lagi ada kabar miring, entah pertimbangan apa pihak kejaksaan menitipkan lima terdakwa di dalam tahanan Polresta Denpasar tidak di Lapas Kerobokan yang menjadi pertanyaan para korban.
Sejalan dengan dakwaan jaksa, kuasa hukum lima terdakwa Wayan ‘Gendo’ Suardana, S.H M.H pun menyebut kliennya sebagai korban lantaran hanya membantu terdakwa I Nyoman Tri Dana Yasa yang juga diadili di berkas berbeda.
“Kelima terdakwa dalam kasus ini konsepnya hanya membantu kejahatan dalam perkara ini karena klien saya mengerjakan perintah dan menjalankan perintah termasuk melakukan edukasi,” sebut Gendo dalam keteranganya.
Sementara korban dan juga pelapor, Sudiarta Antara menilai kurang bijaksana dan kurang adil jika dulu hanya satu dilaporkan dan tentu satu di hukum. Terlebih rumor berkembang, lima terdakwa dianggap jadi karyawan dan juga korban. Jelas upaya untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum dan tanggung jawab.
“Menurut saya seorang karyawan tidak bisa menerima uang dari investor dan menandatangani surat perjanjian kerjasama sebagai pihak kedua. Itu bukan karyawan dan juga bukan seperti dikatakan sebagai korban. Menurut saya adalah mereka bagian dari manajemen PT DOK,” pungkas Sudiarta Antara.
Lima Terdakwa PT DOK Harus Bertanggungjawab
Kuasa Hukum Korban Investasi Bodong PT DOK Drs. I Gede Alit Widana, SH., MSi menyebut kelima terdakwa harus bertanggungjawab terhadap perbuatanya.
“Kelima terdakwa tersebut masuk sebagai pengurus di PT DOK sebagai General Manager, manager kontrol dan manager edukasi, selain sebagai pengurus, kelimanya juga sebagai pemegang saham,” ujar Alit Widana
Menurutnya dalam sebuah pidana Cooperation crime maka subjek hukumnya dapat dikenakan dengan aturan Jaksa Agung nomor 28 tahun 2014.
“Berdasar pedoman tersebut sudah semestinya para pengurus korporasi seperti personil korporasi pemberi perintah, dan anggota yang masuk ke dalam organisasi maupun yang tidak masuk ke dalam organisasi dapat dimintai pertanggungjawaban jawaban secara hukum,” sambung Alit Widana
“Diantaranya, pemberi perintah, orang yang melakukan, turut serta melakukan menyuruh melakukan menganjurkan melakukan atau membantu melakukan semuanya dimintai pertangungjawaban secara hukum,” pungkas Alit Widana.
Lima Terdakwa Sebagai Pendiri PT DOK
Berdasarkan informasi dapat digali, sebelum lima terdakwa mengumpulkan dana masyarakat begitu besar, mereka dikabarkan mencari trader dianggap berpengalaman dan handal yang jatuh pilihan kepada Mang Tri. Setelah itu membuat sistem perusahaan dan mengangkatnya sebagai direktur.
Hal ini dipertegas, dari video beredar di media sosial terkait pengakuan terdakwa I Nyoman Ananda Santika dalam presentasinya. Ia mengaku merayu Mang Tri hingga dua bulan untuk mau bergabung membuat perusahaan.
“Singkat cerita kami negosiasi dengan Pak Komang (Mang Tri, red) bagaimana mau bergabung dengan kami. Singkat cerita Pak Komang menolak mentah-mentah, gitu ya. Karena bagi beliau melayani 10 orang sudah cukup bapak ibu. Tapi kami tetap terus negosiasi, kami mengadakan pendekatan selama dua bulan. Akhirnya hati beliau terbuka j untuk membantu kita,” ujar Ananda Santika saat merekrut member PT DOK.
Modus! Bisnis Sama Nama Berbeda Sebelum PT DOK
Untuk diketahui sepak terjang para terdakwa dalam bisnis sama tapi nama berbeda tidak saja di PT DOK tapi juga dirikan usaha Maxx Profit.
Modusnya sama, yakni sebelum mengumpulkan dana masyarakat mereka mendekati trader dijadikan direktur dan ketika muncul masalah bisa cuci tangan mengorbankan treder alias direktur.
Dalam kasus ini berapa korban menyebut, sebelum adanya PT DOK pihaknya mengaku sudah kena bujuk rayu investasi bodong dalam trading bernama Maxx Profit. Di mana pelaku disebut-sebut tak lain adalah orang sama, yakni tersangka founder PT DOK Rai Kusuma Putra dan Eka Yudi Artho yang sudah ditahan polisi di Rutan Polda Bali. Korban menjelaskan yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama (SPK) adalah Rai Kusuma Putra selaku manajemen.
“Ini kejadian tahun 2019 sebelum PT DOK berdiri. Bagaimana kami baru mendapatkan pengembalian modal dua kali untuk investasi pertama yang janjinya lima kali modal lunas. Bahkan investasi kami yang ke dua dan ke tiga sama sekali tidak ada pengembalian,” terang Made Suarcipna mengaku sebagai korban investasi bodong Maxx Profit kepada wartawan di Denpasar, Selasa (28/11/2023).
Ia menjelaskan, dari tahun 2019 pihaknya telah meminta pertanggungjawaban guna pengembalian dana namun pihak pelaku selalu menghindar. Bahkan berdalih untuk meminta pertanggungjawaban kepada pihak trader Putu Agus. Padahal saat korban mengetahui bisnis ini dari pelaku sendiri yang datang ke rumahnya.
“Ia selalu menghindar dan mengatakan bertanggungjawab adalah trader Putu Agus. Saya tahu bisnis Maxx Profit kan dari Rai tapi ketika ada masalah ia cuci tangan. Dan ini dokumen bukti-bukti kerugian dari pihak saya saja mencapai Rp 700 juta. Belum korban yang lain,” beber Made Suarcipna.
Keadaan senada juga dijelaskan korban lain yakni Wayan Sudarta, Gede Pratama dan Nengah Lacap mengaku mengalami hal yang sama. Bagaimana mereka ini berharap uangnya bisa kembali.
“Ya kami berharap uang kami bisa kembali. Dan langkah selanjutnya selain saat sekarang kami berkordinasi dengan korban lain kami semua berencana juga untuk melaporkan ke polisi. Ini kan beda kerugiannya mesti sekarang pelaku sama menjadi tersangka dari PT. DOK. Kami ini kan dirugikan lebih dulu, diusahakan uang kami dikembalikan juga,” pungkas Gede Pratama.
Istri Mang Tri Tantang Lakukan Audit Menyeluruh di Kasus PT DOK.
Ni Putu Arshia istri dari I Komang Tri Dana Yasa alias Mang Tri yang merupakan trader mendorong pihak kepolisian agar menyusuri dana semua pengelola PT DOK. Tidak saja aset suaminya, tapi juga 5 (lima) founder (pendiri) yang telah ditahan sebagai tersangka baru agar disusuri serta disita asetnya jadi alat bukti. Sederhananya, ia ingin uang investor semuanya kembali dan menantang untuk dilakukan audit menyeluruh.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil audit dan fakta persidangan, modal keseluruhan investor milik PT DOK yang ditaruh di platform perdagangan mata uang Monex mencapai Rp301,7 miliar. Sementara sudah dikeluarkan Rp241,5 miliar. Jadi ada selisih sekira Rp60,2 miliar dianggap sebagai kerugian dan harus ditanggung oleh semua pengelola. Baik Mang Tri sendiri dan juga lima founder yang telah ditahan jadi tersangka.
“Kalau dilihat surat perjanjian antara suami saya dengan lima founder, jika ada kerugian maka ditanggung 50% founder dan 50% suami saya sebagai direktur (Mang Tri, red). Nah dalam proses ini lah terjadi keganjilan bagi kami seperti diperlakukan tidak adil. Kami sudah mengembalikan dana mencapai Rp20 miliar lebih dan itu ada bukti buktinya. Sementara founder tidak ada. Suami saya niatnya baik malah dikorbankan,” jelasnya.
Reporter: Dewa Fathur
Tinggalkan Balasan