Dugaan Kriminalisasi UU KSDA-HE, Ratusan KK Warga TWA Batur Terancam Penjara
Denpasar – Petani di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang didampingi kuasa hukum dari YLBHI-LBH Bali mendatangi Polda Bali membawa surat klarifikasi tertulis atas undangan klarifikasi Polda Bali, Senin (25/3/24).
Undangan klarifikasi tersebut dikirimkan oleh 13 orang warga terkait penyelidikan dugaan tindak pidana melakukan kegiatan usaha, pemukiman dan pertanian sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDA-HE) di area TWA Gunung Batur Bukit Payang.
Dalam klasifikasi tertulisnya para petani menyayangkan proses penyelidikan yang dilakukan, karena dianggap mengancam ratusan kepala keluarga (KK) yang telah tinggal di wilayah tersebut secara turun temurun selama puluhan tahun.
“Kami menyayangkan proses hukum yang dilakukan. Jika penguasaan dan pengelolaan lahan di TWA Batur dianggap kejahatan maka ancaman pidana tidak hanya dihadapi oleh 13 orang yang diminta klarifikasi, namun ratusan kepala keluarga bahkan ribuan masyarakat yang puluhan tahun telah mengelola dan memanfaatkan lahan serta usaha lainnya di TWA Gunung Batur,” jelas Kadek Sugiantara, salah satu perwakilan 13 warga.
Lebih lanjut Sugiantara menjelaskan, perkampungan di wilayah tersebut telah ada sejak berpuluh-puluh tahun silam dan dapat ditelusuri sejak letusan dahsyat Gunung Batur pada 3 Agustus 1926. Saat itu masyarakat di permukiman terdampak letusan gunung mengungsi ke tempat aman. Sebagian masyarakat direlokasi ke Wilayah Kalanganyar yang sekarang menjadi Desa Batur, sementara sebagian lainnya memilih kembali tinggal dan menggarap lahan di kaki gunung sekitar pinggir Danau Batur saat kondisi dianggap sudah aman.
Sekitar 1980an masyarakat dari desa sekitar juga masuk ke wilayah tersebut dengan itikad baik, lalu secara turun temurun bermukim, menggarap lahan dan menanam, memanfaatkan sumber daya alam gunung batur untuk penghidupan dan perekonomian.
Rezky Pratiwi, Direktur YLBHI-LBH Bali yang mendampingi warga menyesalkan proses hukum dengan menggunakan UU KSDA-HE. Undang-undang ini dikritik karena dianggap abai terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal yang sudah tinggal di dalam dan di sekitar kawasan.
“UU KSDA-HE tidak semestinya digunakan, karena justru memposisikan masyarakat sebagai ancaman dalam penyelenggaraan konservasi. Sementara penyelenggaraan konservasi seharusnya menjamin hak dan akses masyarakat atas lahan dan sumberdaya alam lainnya, karena itu undang-undang ini pun telah diajukan untuk direvisi sejak 2016,” ungkapnya.
Undangan klarifikasi ini menurutnya tidak bisa dilepaskan dari konflik antara petani di TWA Gunung Batur Bukit Payang dengan PT. Tanaya Pesona Batur yang akan menjalankan proyek wisata di wilayah tersebut. Warga yang mendapatkan undangan klarifikasi adalah mereka yang menolak keberadaan perusahaan.
“Proses hukum yang dilakukan merupakan intimidasi dan upaya kriminalisasi agar masyarakat berhenti memperjuangkan haknya dan menerima proyek wisata tersebut,” jelas Direktur YLBHI-LBH Bali itu.
Rezky menambahkan, pemerintah termasuk kepolisian seharusnya melindungi warga negara dari segala upaya perampasan hak atas tanah dan penghidupan masyarakat karena sejak awal izin yang diberikan kepada PT Tanaya Pesona Batur untuk membangun proyek wisata di Kawasan TWA Gunung Batur, dilakukan tanpa pemberitahuan, pelibatan dan persetujuan dari masyarakat.
“Masyarakat berhak menolak karena keberadaan perusahaan justru akan mengorbankan hak ratusan bahkan ribuan masyarakat yang telah puluhan tahun secara turun temurun menjadikan Gunung Batur sebagai sumber penghidupan, ekonomi dan spiritualitasnya,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Bali, Kombes Jansen Avitus Panjaitan hingga berita ini ditayangkan belum memberikan jawaban maupun tanggapan.
Sebelumnya diketahui, atas ancaman perampasan lahan dan kriminalisasi mereka hadapi, petani TWA Gunung Batur Bukit Payang meminta dukungan dan perlindungan Komnas HAM yang diterima oleh Komisioner Hari Kurniawan, serta Komnas Perempuan yang diterima oleh Komisioner Tiasri Wiandani dan Dewi Kanti Setianingsih.
“Penting untuk Petani TWA Gunung Batur mendapatkan solidaritas bersama. Saya yakin secara kultur masyarakat Bali juga sangat mencintai dan menjaga alam,” ujar Dewi Kanti.
Konflik agraria yang dialami oleh Warga TWA Gunung Batur berawal dari hadirnya PT Tanaya Pesona Batur yang akan membangun proyek pembangunan taman rekreasi yang mencakup helipad, amphitheatre, dan pemandian air panas di wilayah masyarakat.
Dugaan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan bukan hanya terjadi kali ini, sebelumnya salah seorang perempuan petani Gunung Batur ditetapkan sebagai tersangka atas laporan dugaan tindak pidana pengancaman.
Perkaranya bermula dari penolakannya terhadap proyek wisata oleh PT Tanaya Pesona Batur, meski pada akhirnya kasusnya dihentikan oleh Polres Bangli karena tidak cukup bukti.
Reporter: Yulius N
Tinggalkan Balasan