Diduga Personel Polres Klungkung Aniaya IWS hingga Cacat
Denpasar – Sepuluh orang personel kepolisian Polres Klungkung diduga menganiaya pengusaha rental mobil, I Wayan Suparta (47), warga Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali sebagai kuasa hukum Suparta mengatakan kasus penganiayaan ini telah dilaporkan kepada Polda Bali pada 29 Mei 2024. Namun, Polda Bali hanya mengarahkan kasus itu pada Pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Sejak awal petugas SPKT Polda Bali justru mengarahkan pelaporan pada pasal 352 KUHP atau penganiayaan ringan dengan ancaman pidana penjara maksimal hanya tiga bulan pidana penjara,” kata Direktur LBH Bali Rezky Pratiwi dalam siaran pers, Jumat (5/7/24).
Proses ini, jelas Rezky, turut diteruskan oleh penyelidik yang tetap menggunakan pasal ringan tanpa mempertimbangkan fakta-fakta serta akibat yang dialami oleh korban. Penyelidik hingga kini juga enggan memanggil dan memeriksa saksi kunci yang mengetahui terjadinya tindakan penyekapan serta penyiksaan yang dilakukan personel Polres
Klungkung.
Di sisi lain, ungkap Rezky, beberapa personel Polres Klungkung hingga kini terus melakukan intimidasi, teror, dan sempat meminta korban untuk menandatangani kesepakatan damai dengan para polisi selaku pelaku.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Penyiksaan yang terdiri dari LBH Bali, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam tindakan penerapan pasal ringan itu. Mereka menilai sikap dan tindakan Polda Bali yang menerapkan pasal ringan telah membuka celah/ruang terjadinya impunitas.
Rezky mengungkapkan sikap Polda Bali itu sebagai langkah kontradiktif dalam upaya memutus mata rantai penyiksaan yang telah mengakar kuat dalam proses penegakan hukum pidana Indonesia.
Rezky menilai kasus yang dialami Suparta seharusnya diproses dengan tindak pidana penyiksaan (Pasal 422 KUHP), penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (Pasal 351 KUHP), penculikan dan penyekapan (Pasal 328 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), serta pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP).
Rezky dalam konferensi pers menuturkan, Suparta dianiaya dan disekap selama tiga hari dua malam oleh 10 polisi di rumahnya di Klungkung. Dugaan penganiayaan dan penyekapan itu terjadi pada 26 Mei 2024 hingga 28 Mei 2024.
Berdasarkan hasil visum, korban mengalami sejumlah luka memar dan kerugian materi dari lima mobilnya yang disita 10 polisi itu. Korban sudah melaporkan dugaan tindak kekerasan itu ke Polres Klungkung pada 29 Mei 2024.
Sementara Suparta mengatakan didatangi lima polisi di rumahnya di Klungkung. Dia menuturkan saat itu polisi menanyakan sebuah mobil yang digadaikan Mang Togel kepada seorang kenalannya.
“Waktu itu saya dijemput (polisi) jam sembilan malam. Saya ditanya-tanya soal mobil itu di pos barong (semacam pos kamling) dekat rumah,” kata Suparta.
Suparta lalu menceritakan semua yang dia ketahui tentang urusan Mang Togel yang menggadaikan mobilnya kepada kenalannya. Hanya, dirinya mengaku tidak tahu keberadaan mobil tersebut.
“Jadi, (Mang Togel) itu minta digadaikan mobilnya. Bukan dijual. Dia mintanya Rp 150 juta. Nah, saya sebagai penghubung (ke kenalannya). Saya nggak tahu kalau sebenarnya mobil itu (bodong),” jelas Suparta.
Entah kenapa setelah korban menceritakan semuanya, polisi tidak percaya. Lima polisi itu lalu membawa korban ke sebuah rumah kosong di Jalan Sandat, Semarapura Kelod, Klungkung. Di sanalah terjadi dugaan penganiayaan dan penyekapan.
“Disangka saya yang bawa mobilnya. Padahal saya hanya perantara. Lalu saya dibawa ke rumah kosong itu. Di sana sudah ada tiga polisi (yang menunggu) dan langsung disiksa. Sempat diancam akan ditembak juga,” tuturnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan saat dikonfirmasi tim wacanabali.com, Jansen mengatakan pihaknya masih mendalami dugaan kekerasan itu. “Masih didalami oleh Bidang Propam Polda Bali,” kata Jansen.
Reporter: Yulius N
Editor: Ngurah Dibia
Tinggalkan Balasan