Denpasar – Dosen Universitas Warmadewa Dr I Made Pria Dharsana menerangkan perjanjian kawin dapat dibuat pada waktu sebelum, atau selama perkawinan.

Hal ini, sambung Pria Dharsana merujuk pada ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.

“Perjanjian kawin dapat memuat tentang harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Dapat diubah dan dicabut selama dikehendaki para pihak sepanjang tidak merugikan kepentingan pihak ketiga,” ujarnya dikutip Wacanabali.com, Selasa (1/10/24).

Dalam putusan MK tersebut, terangnya, pertama pada waktu sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

Baca Juga  Banyak Tanah Adat Jadi Sengketa, Dr Wirawan: Karena Serakah!

Kedua, perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.

Ketiga, perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kawin.

Keempat, selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

Lebih lanjut ia menjelaskan, persoalan harta yang telah didapatkan selama perkawinan berlangsung namun baru dibuatkan perjanjian perkawinan masih menjadi perdebatan.

“Ini masih menjadi debatable bahwa karena perjanjian perkawinan bersifat perdata dan tunduk terhadap Kitab UU Hukum Perdata,” imbuhnya.

Baca Juga  Pengamat: Pemimpin Badung ke Depan harus Optimalkan Lahan RTH

Reporter: Komang Ari