Bali Handara Kangkangi Tanah Negara, Warga Layangkan Keberatan ke ATR/BPN
Buleleng – Polemik lahan tanah negara eks Hak Guna Bangunan (HGB) No. 44 di Desa Pancasari, Buleleng mencuat ke publik.
Warga yang telah menggarap dan menempati lahan selama lebih dari 20 tahun melalui kuasa hukumnya melayangkan surat keberatan kepada Kementrian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Buleleng.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap upaya PT Sarana Bali Handara yang diduga ingin kembali mengklaim lahan yang saat ini berstatus tanah negara.
“Kita sudah layangkan surat keberatan kepada ATR/BPN Buleleng yang ditembuskan ke Kanwil dan Kementrian ATR/BPN,” ungkap Jro Komang Sutrisna, S.H selaku kuasa hukum warga kepada wartawan, Selasa (12/11/2024)
Jro Komang Sutrisna menyebut bahwa tindakan PT Sarana Bali Handara sangat mencurigakan, mengingat perusahaan ini telah menelantarkan tanah selama bertahun-tahun. Namun, kini tiba-tiba muncul kembali dengan permohonan hak atas tanah tersebut.
“Ada indikasi kuat bahwa oknum tertentu sedang bermain di balik layar. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap prinsip reforma agraria yang seharusnya berpihak pada rakyat kecil,” ujar Sutrisna.
Ia menambahkan bahwa perusahaan seharusnya tidak mendapatkan kesempatan lagi setelah terbukti lalai memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya.
“Ini sangat tidak masuk akal. Pemerintah seharusnya tegas menolak permohonan perusahaan yang sudah menelantarkan tanah dan memberikan hak kepada warga yang telah menggarap dengan penuh dedikasi,” tegasnya.
Sutrisna juga mengungkapkan bahwa sejumlah warga Pancasari mencurigai adanya praktik lobi gelap oleh pihak perusahaan kepada pejabat desa terkait.
Menurutnya, jika dugaan ini benar, maka hal tersebut merupakan pelanggaran serius dan mencerminkan adanya praktik korupsi yang mengabaikan hak masyarakat.
“Warga yang telah tinggal dan menggarap tanah secara sah selama lebih dari 20 tahun memiliki hak lebih kuat dibanding perusahaan yang sudah menelantarkannya. Tanah negara seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk dijadikan objek permainan oknum yang hanya mencari keuntungan,” jelasnya.
Sutrisna menyerukan agar masyarakat berani melawan praktik korupsi ini dan tidak takut melaporkan jika menemukan indikasi adanya permainan kotor dalam proses pengajuan hak atas tanah.
“Jangan biarkan permainan busuk ini terus berlanjut. Masyarakat harus bersatu melawan dan menuntut keadilan,” pungkasnya.
Ia berharap konflik tanah negara eks HGB No.44 ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk menunjukkan ketegasan dan komitmen dalam menjalankan reforma agraria yang adil, serta berpihak pada masyarakat kecil yang selama ini menjadi korban dari praktik kotor segelintir oknum dan korporasi besar.
Tinggalkan Balasan