Dana Pusat untuk Daerah, Haruskah Satu Jalan?
Denpasar – Pernyataan yang menyebut bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus berada dalam satu jalan politik demi mempermudah mendapatkan akses dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah argumen yang terlalu menyederhanakan logika politik dalam tata kelola pemerintahan.
Dalam sistem demokrasi, baik di tingkat nasional maupun daerah, alokasi anggaran tidak hanya bergantung pada kesamaan afiliasi politik, tetapi juga pada mekanisme checks and balance yang diatur oleh hukum dan konstitusi.
APBN disusun melalui proses legislatif yang melibatkan DPR, yang anggotanya berasal dari berbagai partai politik, bukan hanya dari partai penguasa. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan APBN, faktor utama bukanlah keselarasan politik antara pemerintah pusat dan daerah, melainkan kesesuaian dengan prioritas pembangunan nasional dan kebutuhan daerah yang disampaikan melalui mekanisme legal dan formal.
Lebih lanjut, di tingkat daerah seperti Bali, peran DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) sangat penting dalam mengawasi dan memberikan rekomendasi terkait program-program daerah yang membutuhkan dukungan dari pusat.
Dalam hal ini, meskipun di Bali PDI Perjuangan mendominasi kursi DPRD, bukan berarti bahwa pemerintah pusat dari partai yang berbeda akan secara otomatis mempersulit penyaluran dana. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah seharusnya didasarkan pada prinsip kolaborasi untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih besar, bukan pada afiliasi partai.
Menggoreng logika bahwa partai yang sama harus menguasai pemerintahan pusat dan daerah untuk mempermudah alokasi dana APBN adalah bentuk simplifikasi berbahaya yang dapat memicu ketidakadilan dalam praktik demokrasi.
Setiap daerah, terlepas dari partai penguasanya, berhak atas dana pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan nasional, bukan semata-mata karena keselarasan politik. Lebih bijak jika kita mendorong dialog terbuka dan kerja sama lintas partai, baik di DPR maupun DPRD, untuk memastikan bahwa dana APBN benar-benar digunakan demi kesejahteraan rakyat.
Selain itu, dalam demokrasi yang sehat, mekanisme pemerintahan yang transparan dan akuntabel menjadi fondasi penting dalam alokasi anggaran. Mengaitkan perolehan dana APBN dengan kesamaan afiliasi politik pemerintah daerah dan pusat bisa menciptakan kesan bahwa pengelolaan anggaran lebih bersifat partisan dan eksklusif, yang berpotensi mengabaikan kepentingan publik secara luas. Pendekatan seperti ini juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap netralitas pemerintah dalam mengelola anggaran dan pelayanan publik.
Kenyataannya, kebijakan fiskal dan anggaran harus dikelola dengan pendekatan profesional, mengutamakan kepentingan seluruh rakyat tanpa memandang partai politik yang berkuasa. Jika perbedaan partai di tingkat pusat dan daerah dianggap sebagai hambatan dalam mendapatkan dana pembangunan, maka ini menjadi tanda bahwa politik patronase masih dominan dalam praktik pemerintahan kita, yang tentunya bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang kita bangun sejak lama.
Sebagai contoh, Bali yang secara historis kuat dengan PDI Perjuangan di tingkat lokal tetap memiliki hak yang sama untuk mendapatkan anggaran dari pusat, asalkan program pembangunan yang diajukan sejalan dengan rencana pembangunan nasional. Bahkan jika pemerintah pusat berasal dari partai Gerindra atau partai lain, kepentingan daerah seperti Bali harus tetap dipertimbangkan secara objektif berdasarkan urgensi kebutuhan, bukan berdasarkan politik transaksional.
Lebih jauh, DPR dan DPRD memainkan peran vital dalam menyaring dan menyeimbangkan kekuasaan eksekutif. DPR sebagai lembaga legislatif di tingkat pusat memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak APBN, sementara DPRD di daerah juga berfungsi sebagai kontrol dalam hal implementasi kebijakan daerah.
Dominasi PDI Perjuangan di DPRD Bali, misalnya, seharusnya dipandang sebagai bagian dari dinamika politik demokratis, bukan sebagai penghalang atau batu sandungan bagi pemerintah pusat. Justru, kekuatan oposisi atau pihak yang berbeda pandangan politik ini menjadi elemen penting dalam menciptakan diskusi kritis yang berujung pada kebijakan yang lebih baik.
Dengan demikian, logika bahwa pemerintah daerah dan pusat harus berasal dari partai yang sama untuk mendapatkan anggaran lebih mudah adalah narasi yang tidak relevan dan tidak sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Sistem pemerintahan kita dibangun untuk mengakomodasi pluralitas dan keragaman politik, serta memastikan bahwa pelayanan publik dan distribusi sumber daya dilakukan secara adil dan merata.
Tinggalkan Balasan