Kura Kura Bali, Proyek Ambisius yang Rentan Gagal?
Denpasar – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali, yang digadang-gadang sebagai ikon baru pembangunan pariwisata di Bali, kini menghadapi kritik tajam dari berbagai pihak.
Tokoh Bali sekaligus pengamat ekonomi, Viraguna Bagoes Oka, menyebut proyek ini sebagai bom waktu yang dapat mencoreng masa depan Bali jika tata kelolanya tidak segera dibenahi.
Kasus pelarangan media untuk meliput di kawasan tersebut menjadi salah satu contoh lemahnya keterbukaan.
“Kalau transparansi saja sudah seperti ini, bagaimana publik bisa percaya bahwa proyek ini membawa manfaat nyata bagi masyarakat Bali?” tegas Viraguna Bagoes Oka kepada wartawan, Sabtu (14/12/2024)
Ia menyoroti minimnya keterbukaan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan mitigasi terhadap potensi kerusakan ekologis di Pulau Serangan.
Tumpang tindih kebijakan Viraguna juga menyoroti lemahnya koordinasi lintas pemerintahan. Tumpang tindih kebijakan antara pusat, provinsi, dan daerah mempersulit implementasi di lapangan.
“Alih-alih menjadi solusi, Kura Kura Bali justru memperlihatkan wajah ketidakmampuan pemimpin kita dalam menyinergikan kekuatan untuk membangun Bali secara utuh,” kritiknya.
Sebagian besar lahan di kawasan ini dikuasai oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), sementara masyarakat lokal hampir tidak dilibatkan dalam perencanaan.
“Jika masyarakat hanya menjadi penonton di tanah mereka sendiri, maka proyek ini jelas bukan untuk kita. Apakah kita rela Bali hanya menjadi taman bermain bagi investor asing tanpa manfaat nyata bagi masyarakat lokal?” tanya Viraguna retoris.
Ketergantungan pada investor asing menjadi sorotan utama. Menurut Wiraguna, ada risiko besar bahwa keuntungan ekonomi dari proyek ini lebih banyak mengalir ke luar negeri daripada ke Bali.
“Kita harus bertanya, apakah ini investasi strategis atau penjajahan ekonomi terselubung?,” singgungnya.
Viraguna juga mengingatkan tentang perlunya Otorita Khusus Pariwisata Bali (OKPB) untuk mengatur tata kelola pariwisata secara menyeluruh, sehingga tidak ada lagi proyek ambisius yang mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.
“Jika pemimpin Bali tidak mampu memperjuangkan OKPB, maka kita hanya akan menjadi saksi dari hancurnya Bali oleh investasi liar, pencucian uang, dan eksploitasi budaya.” sindirnya.
Proyek Kura Kura Bali, meskipun menjanjikan, kini menjadi simbol dari tantangan besar yang dihadapi Bali: menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian.
Pertanyaan besar yang tersisa adalah, apakah kita akan membangun Bali untuk masyarakatnya, atau menyerahkannya pada kepentingan luar? (wan)
Editor: Irawan
Tinggalkan Balasan